BANGUNAN HERITAGE YANG TERABAIKAN, SALAH SIAPA?

Media Barak Time.com
By -
0


 

BAGIAN III

Penulis : Wan Ades Iskandar Nan Sakti

(Ketua KJSWIB Labusel)

 

 

Sekali lagi penulis menegaskan bahwa dalam konteks ini kita tidak mencari kambing hitam atas pengabaian bangunan yang bersejarah. Akan tetapi lebih mengedepankan rasa kepedulian kita dalam menatap masa depan anak bangsa. Apa kata Bung karno Jasmerah,”Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Beliau menyampaikannya pada HUT RI tanggal 17 Agustus 1966. Kenapa Bung Karno kala itu tetap mengingatkan kepada seluruh rakyat Indonesia tentang pentingnya sejarah. Ternyata hari ini itu jelas kita lihat, bahwa sejarah sudah mulai di tinggalkan, apalagi generasi muda hampir tidak peduli dengan perjalanan sejarah, malah di era digitalisasi semakin membuat pemikiran generasi muda kita kian runyam. Hari-hari tidak akan terlewatkan tanpa berselancar di media sosial dengan seabrek aplikasi yang bisa di manfaatkan. Akhirnya sejarah yang seharusnya bisa di bangkitkan kembali sebagai wujud rasa syukur kita atas jerih payah mereka (leluhur) dalam membangun peradaban kian suram dan sirna.

 

Makam para Sultan yang menyedihkan

Penulis selama satu tahun lebih melakukan tapak tilas sejarah dengan menyusuri dan mencari makam-makam Sultan/Raja yang dulunya pernah ada dalam membangun sebuah perkampungan/kerajaan. Sedih bercampur marah berkecamuk dalam dada manakala melihat makam leluhur tidak terawat dengan wajar. Mereka kami temukan berada di perkebunan sawit milik warga, sungguh membuat hati miris!


 

Makam Raja pertama yakni Batara Guru Pinayungan nan Sakti berada di areal perkebunan masyarakat dan tidak terawat. Yang lebih parahnya lagi saat kami ke makam isteri beliau (Puti Lengga Geni) sama sekali tidak dirawat, hanya berbentuk gundukan dan dua pohon sebagai tanda (nisan) dengan balutan kain kuning di batangnya. Padahal mereka adalah orang-orang hebat di masa itu yang telah meletakkan pondasi peradaban bagi masyarakat. Kerajaannya berlokasi di Hutang mumuk (sekarang masuk ke wilayah Bunut, kecamatan Torgamba). Saat memasuki makam Sultan Batara Guru Pinayungan nan sakti, kondisi bangunan tidak terawat. Ironisnya pembangunan kompleks makam Sultan di masa Bupati Wildan Aswan Tanjung tidak rampung, bahkan sampai saat ini. Bangunan tanpa atap  dengan 4 tiang penyanggah dan lantai berkramik warna kuning merupakan kondisi yang entah sampai kapan seperti itu. Seharusnya pemerintah melalui dinas pariwisata sudah mulai memikirkan pembangunan dan renovasi makam para sultan yang ada di Labuhanbatu Selatan.

 


Selanjutnya makam Sultan kedua Mangkuto Alam juga mengalami hal yang sama, berada di lokasi kebun sawit warga. Ironisnya saat penulis dan tim KJSWIB ke sana, nisannya telah hilang seakan raib di telan bumi. Menurut masyarakat saat OBS ingin membuat program Pirpang di daerah itu, makam Sultan Mangkuto Alam dirasa sebagai ganjalan. Entah seperti apa kejadiannya kala itu OBS marah dan menendang nisan Sultan dan berusaha mencabutnya, namun Nisan itu secara perlahan masuk ke dalam bumi. Berselang beberapa bulan masyarakat mendengar kabar bahwa OBS hilang tak tau rimbanya. Sepenggal kisah itu kalau kita fahami bahwa makam para leluhurpun harus kita hargai, jangan sekali-kali arogan dengan orang-orang yang telah berjasa dalam membangun peradaban di suatu daerah. Walaupun mereka telah tiada tapi mereka punya jasa yang tidak ternilai harganya, maka kita selaku generasi penerus harus menghargai hal itu.

 


Lain halnya makam Maharaja Awan yang telah tertata baik, namun masih perlu perawatan. Dikatakan sudah tertata, karena kondisi makamnya telah di pagar dan di kramik. Beliau merupakan Ipar dari Sultan Iskandar Muda (Aceh). Sebab isteri ke 4 Sultan Iskandar muda adalah Putri Ungu selendang bulan atau disebut juga putri unei. Berbeda dengan makam Sultan Kohar, kalau bisa dikatakan sangat menyedihkan, saat itu penulis dan tim dengan berbekal keterangan dan stambuk raja-raja yang ada di kotapinang menyururi  suatu lokasi yang disebut pasir kota. Disana kita menemukan makam Sultan Kohar dalam kondisi yang tidak tarawat, berada didalam rimbunan semak beluar. Sungguh miris!

Dari 11 makam sultan hanya 5  yang masih bisa kita katakan dirawat khususnya makam Sultan Mustafa II bergelar Makmur Perkasa Alamsyah (Ke-XI) dan Makam Sultan Bungsu (Sultan ke VIII) yang berada di areal pemakaman zuriat Masjid Al Musthafa Kotapinang.

 


Seharusnya pemkab Labuhanbatu Selatan sudah memprogres pemakaman sultan untuk dijadikan wisata sejarah dan religi. Sebab mereka adalah orang-orang besar yang harus di hargai dan di hormati, sudah sepantasnya pemerintah menganggarkan dana renovasi makam-makam sultan yang ada di Labuhanbatu Selatan ini agar apa yang di gaungkan Bung Karno Jasmerah tidak hanya slogan bagi generasi saat ini. Kalau wisata sejarah bisa diwujudkan akan berdampak positif bagi perkembangan Labuhanbatu Selatan, apalagi di pinggir Sungai barumun di buat pangkalan perahu wisata yang tujuannya ziarah ke makam sultan. Hal ini sangat memungkinkan mendatangkan Sumber Pendapatan Daerah (PAD), sebab makam Sultan hampir semuanya berada di pinggir sungai. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi Pemkab khususnya dinas Pariwisata kalau bisa mengkelolanya sebagai potensi wisata Sejarah. (bersambung)


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)