Medan – Langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Thomas Lembong, mantan pejabat era Jokowi, dan menawarkan amnesti kepada Hasto Kristiyanto yang tersangkut pusaran kasus KPK, bukan hanya manuver politik. Ini adalah pesan telanjang bahwa pemerintahan Prabowo lebih memilih menegakkan legitimasi sosial ketimbang terjebak dalam kerangkeng legalistik yang kerap mematikan nurani.
Dalam satu tarikan napas, dua kebijakan ini menunjukkan arah baru: hukum bukan lagi sekadar pasal-pasal kering di atas kertas, melainkan alat untuk memulihkan kepercayaan rakyat terhadap negara.
Tom Lembong: Abolisi sebagai Reparasi Intelektual
Pemberian abolisi kepada Thomas Lembong—seorang ekonom liberal, eks kepala BKPM, dan vokal terhadap arah ekonomi Indonesia—mengejutkan banyak kalangan. Tapi jangan keliru membaca: Prabowo bukan sedang membebaskan semata, melainkan merangkul. Dalam dialektika kekuasaan, ini adalah penegasan bahwa kecakapan dan keberanian intelektual tetap dihargai, bahkan ketika seseorang pernah berbeda arah secara politik.
Lembong yang selama ini berdiri di seberang kubu Prabowo diberi pengakuan atas integritas dan kontribusinya. Apa maknanya? Pemerintah ingin membangun jembatan di atas jurang ideologi, dan menunjukkan bahwa legitimasi intelektual lebih penting dari label partisan.
Amnesti untuk Hasto: Hukum Bukan Alat Balas Dendam
Lebih sensasional lagi adalah sinyal amnesti kepada Hasto Kristiyanto—Sekjen PDI-P yang disebut-sebut terlibat dalam drama korupsi KPU. Di tengah gejolak politik, Prabowo justru mengulurkan tangan. Bukan karena tak paham hukum, melainkan karena paham bahwa keadilan sejati tidak dibangun di atas dendam.
Dalam amnesti, ada pengakuan bahwa hukum bisa salah arah. Bahwa keadilan butuh kelapangan hati. Dan bahwa sebuah negara tidak berdiri tegak di atas reruntuhan musuh politik, tapi atas kepercayaan rakyat bahwa pemimpin mereka tidak memerintah dengan hasrat balas dendam.
Legitimasi vs Legalistik: Pertaruhan Sang Presiden
Dalam dunia hukum, Black’s Law Dictionary membedakan dengan tajam antara legitimacy dan legalism. Legitimacy adalah pengakuan moral dan sosial terhadap kewenangan yang sah, sedangkan legalism—atau legalistik—adalah kepatuhan kaku terhadap hukum secara tekstual tanpa mempertimbangkan keadilan substantif. Dalam konteks ini, langkah Presiden Prabowo—dari rencana amnesti kepada Hasto Kristiyanto hingga pemberian abolisi kepada Thomas Lembong—menggambarkan keberpihakan pada legitimasi yang hidup di tengah rakyat, bukan legalistik yang membeku di ruang arsip pengadilan.
Seperti diulas Farid Wajdi mantan Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam Mistar.id (2024), Indonesia terlalu lama berkubang dalam “legalisme tanpa legitimasi”. Hukum dijadikan alat kekuasaan, bukan keadilan. Di sinilah pertaruhan besar Prabowo dimulai. Ia menabrak pakem legalistik demi merengkuh kepercayaan publik yang sudah lelah disuguhi sandiwara hukum—di mana yang bersalah bisa bebas asal punya akses, dan yang benar bisa dipenjara jika tak punya kuasa. Dalam lanskap seperti ini, legitimasi bukan sekadar alternatif, melainkan kebutuhan demokrasi.
Hukum dan Kekuasaan: Siapa Menundukkan Siapa
Dalam sejarah republik ini, hukum kerap menjadi instrumen kekuasaan, bukan alat koreksi terhadapnya. Pasal-pasal dipelintir sesuai kehendak elite, bukan kebenaran. Namun, dalam manuver politik Prabowo Subianto belakangan ini—dari rencana abolisi untuk Thomas Lembong hingga sinyal amnesti untuk Hasto Kristiyanto—muncul arah baru: kekuasaan yang justru ditundukkan kepada hukum, bukan sebaliknya.
Presiden Prabowo tak sedang membangun negara yang keras kepala dalam menghukum, tetapi negara yang matang dalam memulihkan. Ia tidak menempatkan hukum sebagai pisau yang membelah lawan politik, melainkan sebagai jembatan untuk membangun kembali kepercayaan rakyat. Inilah wajah hukum yang restoratif, bukan represif. Sebuah pendekatan yang berani di tengah lanskap politik yang masih gemar merayakan vonis dan stigma.
Mahfud MD, tokoh hukum nasional, bahkan menyambut langkah ini secara positif. Dalam wawancaranya di Metro TV, Mahfud menegaskan bahwa kebijakan abolisi dan amnesti harus dilihat sebagai jalan tengah menuju rekonsiliasi, bukan pelarian dari tanggung jawab. Di sinilah nilai statesmanship seorang Prabowo diuji—apakah mampu menjadikan kekuasaan sebagai alat pemulihan, bukan dominasi.
Risiko Politik: Menantang Arus, Menantang Kekuasaan Lama
Namun, jangan salah: keputusan ini sangat politis dan penuh risiko. Prabowo sedang menantang dua kutub besar—elit lama yang ingin hukum dipakai sebagai alat perlindungan, dan para pembenci yang ingin hukum digunakan sebagai guillotine politik. Ia sedang berjalan di atas tali tipis, tapi inilah yang membuatnya tampil sebagai negarawan, bukan sekadar penguasa.
Penutup: Keadilan yang Bernyawa
Ketika presiden mulai mengedepankan legitimasi di atas sekadar kerangka legalistik, maka negara ini sedang bergerak menuju model penegakan hukum yang hidup—hukum yang bernyawa, bukan hukum yang dingin dan membeku dalam teks.
Abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto adalah dua sisi dari koin yang sama: bahwa Prabowo sedang membangun jalan tengah, bukan jalan kekuasaan absolut. Ia tidak sedang mencari musuh, tetapi sedang mencari jalan keluar dari jerat demokrasi yang kehilangan nurani.
Inilah barangkali momen langka dalam sejarah republik: ketika kekuasaan memilih untuk mengampuni dan mengajak bekerja sama, bukan menghukum dan menyingkirkan.
Demikian
Penulis:
Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, SH
Praktisi Hukum, Mantan Tenaga Ahli Komisi III DPR RI, Aktivis Musyawarah Rakyat Banyak, Anggota Badan Perkumpulan KontraS Sumut, dan Wakil Sekretaris Bidang Hukum dan HAM MW KAHMI Sumut.
_______
Daftar Pustaka
Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary. 11th ed. St. Paul, MN: Thomson Reuters, 2019.
Farid Wajdi. “Abolisi dan Amnesti: Legalitas Tanpa Legitimasi.” Mistar.id, 14 Februari 2024. https://mistar.id/news/hukum-peristiwa/abolisi-dan-amnesti-farid-wajdi-legalisme-tanpa-legitimasi.
Kompas. "Tom Lembong dan Tantangan Ekonomi Pemerintahan Prabowo." Kompas.id, Juli 2025.
Tempo. "Hasto dan Pusaran Kasus KPU: Amnesti di Ujung Tanduk." Majalah Tempo, Edisi Juli 2025.
Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2022.
Mahfud MD. “Mahfud MD Respons Positif Abolisi Tom Lembong, Amnesti Hasto Kristiyanto.” Metro TV News, 30 Juli 2025. https://www.metrotvnews.com/play/bzGCRwBA-mahfud-md-respons-positif-abolisi-tom-lembong-amnesti-hasto-kristiyanto.
Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan. Jakarta: Kompas, 2010.
Posting Komentar
0Komentar