"Lahan Pengembangan USU: Kuala Bekala Diterlantarkan, Dan Lahan Konflik Hamparan Perak Diolah"

Media Barak Time.com
By -
0

 


Oleh: Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, SH (Ketua Forum Penyelamat USU)


Pendahuluan 


Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai institusi pendidikan tinggi negeri tertua di Sumatera, semestinya menjadi teladan dalam pengelolaan aset negara dan praktik tata kelola yang baik. Namun, realitas di lapangan menggambarkan kontradiksi mencolok antara amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan arah kebijakan pengembangan lahan yang dilakukan oleh pimpinan USU saat ini.


Perguruan Tinggi Negeri Tertua di Sumatera harusnya Universitas Sumatera Utara (USU) semestinya menjadi pelopor tata kelola aset publik dan pembangunan berbasis keadilan sosial. Namun, kebijakan Rektor USU saat ini justru menggambarkan arah yang berseberangan dengan semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi. Lahan seluas ratusan hektare di Kuala Bekala dibiarkan mangkrak, sementara ekspansi baru digencarkan di Hamparan Perak, wilayah yang sarat konflik agraria, dengan menggandeng Direktur Politeknik Negeri Medan (Polmed).


Kuala Bekala: Aset Terbengkalai yang Terlupakan


Lahan milik USU seluas ±300 hektare di kawasan Kuala Bekala, Kecamatan Medan Tuntungan, adalah salah satu aset pendidikan terbesar di Sumatera Utara. Dirancang sejak era Prof. Chairuddin P. Lubis sebagai Kawasan Pengembangan Kampus II, lahan ini semestinya menjadi sentra agroedukasi, riset pertanian tropis, dan kampus masa depan USU.


Namun, laporan lapangan Tim Observasi Aset Pendidikan Sumut (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 75% lahan tidak termanfaatkan, dengan potensi kerugian negara hingga miliaran rupiah per tahun akibat nilai ekonomi lahan yang idle. Tidak ada rencana revitalisasi konkret dari pimpinan USU. Bahkan, bangunan yang sempat berdiri kini terbengkalai dan dikuasai alam liar.


Lahan seluas lebih dari 300 hektare di kawasan Kuala Bekala, Kecamatan Medan Tuntungan milik USU. Lahan ini digadang-gadang sebagai proyek strategis pengembangan Kampus II dan pusat agroedukasi USU. Namun, lebih dari dua dekade berlalu, kawasan ini terbengkalai dan menjadi simbol kegagalan perencanaan jangka panjang.


Menurut hasil tinjauan lapangan yang dilakukan oleh Tim Aliansi Akademik Peduli Aset Negara (AAPAN) pada 2024, lebih dari 70% kawasan Kuala Bekala tidak termanfaatkan secara produktif. Lahan ditumbuhi semak belukar, menjadi lokasi pembuangan sampah liar, dan bahkan disinyalir mulai dikapling oknum tak bertanggung jawab.


Padahal, secara yuridis, lahan ini berada di bawah penguasaan USU melalui SK Menteri Keuangan RI tentang Barang Milik Negara (BMN). Dalam perspektif manajemen aset publik, seperti dijelaskan oleh Mardiasmo (2009), pemanfaatan aset negara yang idle atau terlantar merupakan bentuk inefficiency dan potensi kerugian negara. Rektor USU semestinya mengoptimalkan potensi agroedukasi, smart farming, dan kemitraan produktif di lahan ini sebelum mengembangkan klaim baru di wilayah lain.


Hamparan Perak: Rektor USU dan Direktur Polmed di Tengah Lahan Konflik Agraria


Alih-alih membenahi Kuala Bekala, Rektor USU justru melakukan manuver ekspansi ke lahan eks HGU PTPN II di Hamparan Perak. Kawasan ini secara historis adalah lahan sengketa antara masyarakat petani, buruh eks PTPN II, dan negara sejak berakhirnya HGU. Rektor USU bersama Direktur Politeknik Negeri Medan bahkan telah turun langsung ke lokasi tersebut pada akhir 2024, mengklaim bahwa lahan tersebut akan dijadikan "Kawasan Pendidikan Vokasi dan Rumah Sakit Pendidikan Bersama".


Padahal, menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan LBH Medan, ribuan warga telah tinggal dan menggarap lahan tersebut sejak dekade 1990-an. Banyak di antaranya merupakan korban penggusuran era Orde Baru. Kini, mereka kembali menghadapi potensi pengusiran atas nama "pengembangan pendidikan".


Kehadiran dua pimpinan perguruan tinggi negeri di lokasi konflik tanpa penyelesaian sosial dan hukum terlebih dahulu menunjukkan ignoransi akademik terhadap realitas agraria rakyat kecil. USU dan Polmed justru tampak memihak kepada skema-skema kapitalisasi tanah negara yang rawan menjadi instrumen land grabbing terselubung.


Etika Akademik yang Dikhianati


Dari sudut pandang good university governance (Newman et al., 2004), tindakan ini sangat bermasalah. Perguruan tinggi seharusnya tidak menjadi aktor konflik, apalagi dalam kasus agraria yang menyangkut hak hidup masyarakat. Melalui pendekatan teoritis state-corporate crime (Kramer & Michalowski, 2006), keterlibatan kampus dalam upaya menguasai lahan konflik dapat dilihat sebagai bentuk kolusi antara negara dan institusi publik untuk mengesahkan perampasan tanah rakyat.


Lebih dari itu, Rektor dan Direktur Polmed telah melanggar prinsip public accountability dan semangat Tri Dharma—khususnya pengabdian kepada masyarakat. Bagaimana bisa kampus membangun rumah sakit pendidikan di atas penderitaan rakyat yang digusur?


Kembali ke Jalan Etik dan Konstitusional


Pengembangan kampus harus berpijak pada perencanaan etis, legal, dan berbasis dialog sosial. USU masih memiliki tanah sah di Kuala Bekala yang dapat dikembangkan secara kolaboratif dengan masyarakat sekitar, dengan pendekatan agroekologi, riset pertanian tropis, hingga pembelajaran vokasi pertanian yang tepat sasaran.


Justru seharusnya, USU dan Polmed menjadi motor penyelesaian konflik agraria, bukan pelaku atau bagian dari konversi tanah konflik. Jika tidak, maka pendidikan tinggi akan kehilangan marwahnya, dan hanya menjadi alat legitimasi negara dalam ekspansi ekonomi yang menindas.


Penutup


Sudah saatnya publik, khususnya sivitas akademika, mendesak audit publik dan evaluasi moral terhadap kebijakan pengembangan lahan oleh USU dan Polmed. Tidak ada pembangunan pendidikan yang layak jika dibangun di atas tanah yang dirampas dan konflik yang disangkal.


Kampanye “reforma agraria” seharusnya dimulai dari lembaga pendidikan. Dan Universitas Sumatera Utara harus memimpin, bukan memanipulasi.


Demikian 


Penulis Advokat, Tercatat Alumni Fakultas Hukum USU Stambuk' 92 Dan Ketua Kelas Grup A 

______________


Daftar Pustaka:


KPA (2023). Catatan Tahunan Konflik Agraria Nasional


LBH Medan (2024). Laporan Investigasi Konflik Agraria Hamparan Perak


Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi


Kementerian Keuangan RI. (2020). Data Barang Milik Negara (BMN).


Newman, J. et al. (2004). The Future of Higher Education. Jossey-Bass


Kramer, R., & Michalowski, R. (2006). State-Corporate Crime: Wrongdoing at the Intersection of Business and Government. Rutgers University Press

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)