Oleh : Wan Ades Iskandar Nan Sakti
Di kehidupan masyarakat
Melayu tepak sirih mempunyai perangkat adat yang mempunyai makna tersendiri.
Dahulu setiap rumah atau keluarga melayu sudah pasti memiliki satu buah
tepak sirih atau lebih. Biasanya sebelum minum atau makanan di hidangkan oleh
tuan rumah, tuan rumah terlebih dahulu menyuguhkan sirih yang diletakkan
dalam sebuah tempat yang bernama “Tepak Sirih”. Tepak sirih yang disorongkan
kepada tamu, walaupun tidak diiringi dengan kata-kata namun
tersirat makna didalamnya. Makan sirih dikenal sebagai sebuah tradisi
yang dulunya sudah menjadi kebiasaan dan menjadi kegemaran puak Melayu, sirih
diramu dengan kapur dan pinang menjadi makanan pembuka atau dimakan pada waktu
santai. Tradisi seperti itu di zaman Now sudah tidak terlihat lagi.
Sirih selain untuk dimakan, bagi puak Melayu
dikenal juga sebagai lambang adat istiadat yang sering dipakai pada
upacara-upacara adat, pernikahan dan pengobatan secara tradisonal. Disamping
itu, pada masa kesultanan/kerajaan setiap upacara resmi kebesaran istana sirih
memainkan peranan penting, karena sirih menjadi penyeri majelis. Pada acara kebesaran
istana atau dalam penyambutan tamu terhormat tepak dirangkai dalam bentuk
tarian persempahan/tari tepak sirih. Puak melayu dalam menghormati tamu
sangatlah utama, makanya dalam tarian itu mencerminkan bahwa tamu harus di
hormati dengan menyorongkan tepak secara langsung kepada tamu tersebut
sebagai bentuk penghormatan yang tinggi dalam melayani tamu. Hal ini sesuai
dengan apa yang diajarkan rasulullah SAW dalam melayani dan menyambut tamu.
Namun saat ini tradisi makan sirih sudah
tidak kita jumpai lagi khususnya di Kotapinang. Padahal Kotapinang daerah yang
didalamnya terdapat Kesultanan yang dahulu berdiri megah. Kotapinang memiliki
Kultur melayu berdasarkan fakta sejarah dengan adanya Kesultanan Kota Bahren
kala itu. Penulis masih sempat melihat budaya makan sirih di Kotapinang kala
itu. Raja Mahnun (Nenek penulis;red) adalah salah satu puak melayu yang tetap
membudayakkan makan sirih semasa hidupnya. Tiada hari tanpa makan sirih,
sebelum makan dan atau sesudah makan tak lengkap rasanya kalau tidak diselingi
dengan makan sirih.
Kebiasaan ini telah hilang
seiring waktu berlalu, apalagi generasi sekarang sudah lupa dengan
tradisi orang-orang tua dulu. Kalaupun ada sudah tidak membudaya lagi di
tengah-tengah masyarakat puak Melayu yang ada di Kotapinang. Apakah mungkin
tradisi makan sirih bisa dibudayakan lagi? (dikutip dri berbagai sumber)
Posting Komentar
0Komentar