PELINDUNGAN PATEN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PENCAPAIAN VISI INDONESIA EMAS 2045 (II)

Media Barak Time.com
By -
0

 




Oleh: OK.Saidin

Guru  Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara



III. Landasan Ideologi Pancasila  Dalam Perumusan Norma Hukum Tataran Basic Policy.

Bangsa ini perlu memahami sejarah perjalanan ideologi bangsa ini, agar para pembuat undang-undang tidak gegabah dalam penyusunan undang-undang, termasuk undang-undang paten. Tujuh puluh delapan hari menjelang kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno dalam pidatonya meletakkan dasar negara yang ia beri nama “Pancasila”. Ide dan gagasan tentang Pancasila itu bukan serta merta lahir begitu saja tapi mengalami proses yang panjang. Yang oleh Judi Latif (2011), disebutnya sebagai warisan jenius alam dan masyarakat Indonesia (nation and Indonesian society). Pancasila adalah abstraksi dari the original  paradicmatic Velues of Indonesian Culture and society yang digali dari bumi Indonesia sendiri, sebagaimana diungkapkan Bung Karno dalam berbagai pidatonya.


Sebagai  penggali, penggagas Pancasila, Bung Karno sadar betul akan arti  pentingnya meletakkan dasar negara di atas kepribadian bangsa sendiri. Dasar yang digali dari bumi Indonesia sendiri setelah mencermati perjalanan bangsanya. Memang pada awalnya ada banyak tawaran ideologi yang diajukan dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Ada yang mengusulkan negara ini dibangun di atas landasan ideologi Sosialis. Ada juga suara-suara yang menghendaki ideologi marxis. Ada juga yang mengusulkan di atas ideologi Islam negara ini didirikan.


Bung Karno dalam pidatonya dengan mengambil contoh di beberapa negara, seperti Arab Saudi didirikan oleh Ibnu Saud di atas ideologi Islam, Lenin mendirikan negara soviet di atas weltanshauung Marxistische, Hitler mendirikan Jerman di atas weltanschauung National Sozialistische, Negara Dai Nippon didirikan di atas weltanschauung  Tenoo Koodoo Seishin. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok di atas San Min Chu I (Mintsu, Minchuan, Min Seng dan nasionalism). Itulah “isi” negara-negara merdeka yang didirikan oleh the founding fathernya masing-masing. Itulah yang oleh Bung Karno disebutnya sebagai sebuah perbedaan “isi” di masing-masing negara berdasarkan derajat dan pengalaman sejarah negaranya. 


Pancasila dalam banyak literatur  (Kaelan; 2013) dikatakan sebagai hasil perasan dari sari pati kehidupan sosio-kultural bangsa Indonesia. Sari pati peradaban, saripati budaya, sari pati yang dirumuskan oleh pemikir dan the founding fathers bangsa ini yang  secara methodologis  merupakan  hasil abstraksi dari nilai-nilai original  paradigmatik sosial dan kultural rakyat Indonesia.


Rumusan Pancasila yang telah disepakati oleh para the founding fathers bangsa Indonesia, secara objektif dikagumi oleh seorang ahli tentang Indonesia, dari Cornell University USA, George Mc Turnan Kahin. Dalam bukunya Nationalism and Revolution, Kahin menyebut bahwa rumusan ideologi Pancasila diungkapkannya “Pancasila is the best exposition of history I have ever seen”(Geororge Mc Turnan Kahin: 1995). Presiden RI ke-3 Habibie sering mengatakan, “Pancasila itu adalah ideologi yang sangat canggih”. Pernyataannya diungkapkan berdasarkan pengalamannya dalam mengelola dan memimpin bangsa ini. Pancasila mampu mengatasi berbagai perbedaan suku, agama dan faktor-faktor pluralistik yang mengitari kehidupan bangsa Indonesia.


Pancasila telah menghindari bangsa ini dari ancaman perpecahan atau disintegrasi bangsa. B.J. Habibie telah merubah kesadaran teknologis menjadi kesadaran Ideologis. Nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila juga diapresiasi oleh filsuf Inggris, Bertrand Russell yang dikatakannya bahwa Pancasila merupakan suatu sintesis kreatif antara Declaration of American Independence (yang merepresentasikan ideologi demokrasi kapitalis), dengan Manifesto Komunis (yang merepresentasikan ideologi komunis).


Pandangan terhadap filsafat Pancasila juga dikemukakan oleh Routges yang menyatakan bahwa “Dari semua negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia-lah yang dalam konstitusinya, pertama-tama dan paling tegas melakukan latar belakang psikologis yang sesungguhnya dari semua revolusi melawan penjajah. Dalam filsafat negaranya, Pancasila dilukiskan disertai alasan-alasan secara lebih mendalam daripada peristiwa revolusi itu sendiri. Berdasarkan perspektif lain Koentowijoyo menekankan pentingnya radikalisasi Pancasila dalam negara Indonesia yaitu bagaimana meletakkan Pancasila secara radikal dan efektif sebagai pedoman bagi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara (Kuntowidjojo: 2003).


Kesadaran teknologis harus diubah menjadi kesadaran ideologis dan masyarakat teknologis digantikan dengan masyarakat sila Pancasila gabungan unsur kultural, struktural dan transendental yang terangkum dalam nilai-nilai azasi (principle values).

Principle values itu dijadikan dasar bagi penyusunan tertib hukum, sebagai landasan filosofis. Sebagai falsafah negara, sumber dari segala sumber hukum. Sebagai ideologi negara, cita-cita idealnya adalah Pancasila akan dapat mewarnai tata hukum yang berlaku di Indonesia. Akan terlihat warna Pancasila dalam norma hukum konkrit yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, mestinya juga dalam undang-undang paten. Saat ini UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten telah diamanedemen dan terakhir berlaku UU No.65 Tahun 2024 yang telah mengamami beberapa perubahan dari undang-undang sebelumnya. Bersambung.......

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)