"Forum Penyelamat USU: Menyibak Bobrok Kepemimpinan Akademik"

Media Barak Time.com
By -
0

 



Universitas Sumatera Utara (USU) kembali menjadi sorotan publik. Alih-alih menorehkan prestasi, kampus kebanggaan Sumatera ini justru terpuruk akibat penurunan peringkat drastis. Webometrics 2025 menempatkan USU di posisi ke-18 nasional—peringkat terburuk sepanjang sejarah universitas. Fakta ini menjadi tamparan keras, mengingat USU pernah disejajarkan dengan UI, ITB, dan UGM sebagai pionir pendidikan tinggi di di wilayah barat Indonesia.


Sejarah panjang USU seharusnya menjadi modal besar untuk terus melaju dalam kompetisi akademik. Namun, kebanggaan itu kini terasa hambar. Ironisnya, USU bahkan kalah dari universitas-universitas tetangga di Sumatera seperti Universitas Syiah Kuala, Universitas Lampung, dan Universitas Riau. Alarm kemunduran pun berdentang keras, menandai rapuhnya fondasi akademik kampus ini.


Penurunan peringkat bukan sekadar angka statistik. Ia merupakan refleksi atas lemahnya tata kelola universitas: dari rendahnya kualitas publikasi internasional, buruknya keterbukaan data, masalah plagiator hingga minimnya pengaruh ilmiah di dunia akademik global. Semua itu menunjukkan ada yang salah dalam arah kepemimpinan. Ranking hanyalah indikator, tetapi jika indikator ini terus melorot, jelas sistem internal tidak bekerja.


Kepemimpinan Rektor Muryanto Amin justru memperparah situasi. Alih-alih fokus pada agenda akademik, ia lebih sering dikaitkan dengan manuver politik dan kontroversi hukum. Skandal dugaan korupsi, polemik pengelolaan aset kebun, pungutan liar, hingga praktik suap dalam pendidikan spesialis kedokteran telah menodai citra kampus. Kredibilitas akademik sulit dibangun jika universitas terseret dalam lingkaran skandal.


Ketua Forum Penyelamat USU (FP-USU) Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap,SH, menyebut kondisi ini sebagai yang terburuk sepanjang sejarah. Kritik yang dilontarkan bukan sekadar keluh kesah emosional alumni, melainkan refleksi mendalam bahwa universitas telah kehilangan orientasi. USU kian dipersepsikan bukan sebagai pusat keilmuan, melainkan arena transaksi kepentingan. Titik nadir yang menyakitkan bagi sebuah institusi yang pernah menjadi kebanggaan nasional.


Lebih jauh, problem USU tidak semata struktural, melainkan juga kultural. Integritas pimpinan dipertanyakan ketika nama Muryanto Amin disebut penyidik KPK sebagai sirkel korupsi proyek jalan dalam OTT Topan Ginting. Sulit membayangkan upaya pembersihan internal dijalankan dengan kepemimpinan yang justru dianggap bagian dari masalah. Seperti membersihkan rumah yang kotor dengan sapu yang kotor pula.


USU bahkan dituding menjadi arena “cawe-cawe” politik dalam Pilpres dan Pilgubsu 2024. Kritik keras dari PP IKA USU dan kelompok intelektual di Medan kala itu diabaikan. Saat kampus di peralat untuk kepentingan politik elektoral, harga diri akademik semakin runtuh. Universitas kehilangan posisi moralnya sebagai benteng intelektual.


Padahal, inti persoalan terletak pada hilangnya roh akademik. Budaya penelitian melemah, dukungan publikasi minim, dan integritas dosen terkikis. Mahasiswa pun kehilangan teladan. Dalam jangka panjang, ini merusak daya saing lulusan dan memperburuk reputasi universitas di mata nasional.


Solusi bukan sekadar klarifikasi defensif dari pimpinan universitas. Yang dibutuhkan adalah reformasi menyeluruh—pemulihan budaya akademik, penegakan etika yang konsisten, serta kepemimpinan baru yang berintegritas. Pemilihan rektor ke depan harus menjadi momentum pembaruan, bukan sekadar kompromi politik. Integritas harus menjadi mata uang utama dalam menentukan arah kampus.


USU masih memiliki modal besar: jaringan alumni yang luas, reputasi historis, serta sumber daya manusia yang berpotensi. Modal ini bisa menjadi energi untuk bangkit, jika dikelola dengan benar. Pertanyaannya, apakah modal tersebut akan terus terkubur oleh kepemimpinan yang lalai, mengabaikan integritas atau dimanfaatkan untuk mengembalikan marwah universitas?


Pada akhirnya FP- USU menegaskan, krisis USU adalah pelajaran pahit. Universitas tidak runtuh karena problem eksternal, tetapi karena kebobrokan internal. Jika USU ingin kembali ke jalur sejarahnya sebagai pionir pendidikan tinggi bagian barat Indonesia, maka langkah yang dibutuhkan bukan hanya mengejar ranking, melainkan memulihkan integritas pimpinan universitas. Dan pekerjaan itu harus dimulai sekarang—sebelum semuanya terlambat, Ujar Taufik.


Oleh : Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap,SH

(Ketua Forum Penyelamat USU (FP-USU) 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)