Perguruan Tinggi di Persimpangan: Antara Komersialisasi dan Perjuangan Sosial, GMKI Diminta Ambil Peran Kritis

Media Barak Time.com
By -
0


Baraktime.com|Jakarta

Sistem pendidikan tinggi di Indonesia kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada harapan besar agar kampus-kampus di tanah air mampu bersaing secara global dengan mendorong inovasi, digitalisasi, dan kolaborasi internasional. Namun di sisi lain, tantangan mendasar terus membayangi: mulai dari komersialisasi pendidikan, ketimpangan akses, krisis integritas akademik, hingga keterputusan antara kampus dan realitas sosial.


Fenomena ini menggambarkan dinamika yang saling bertolak belakang. Di tengah semangat membangun universitas kelas dunia, kampus justru menghadapi persoalan internal seperti tingginya biaya pendidikan yang membebani kelompok marginal, menurunnya kualitas di tengah kuantitas, serta menyempitnya ruang partisipasi mahasiswa dalam kebijakan kampus. Kampus tak lagi semata ruang akademik, tetapi juga menjadi ladang kontestasi kepentingan ekonomi-politik dan perjuangan sosial.


Armada Simorangkir, mantan Ketua Cabang GMKI Pematangsiantar-Simalungun, melihat situasi ini sebagai panggilan bagi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) untuk mengambil peran lebih strategis. Ia menyatakan keyakinannya terhadap kepemimpinan Prima Surbakti sebagai Ketua Umum Terpilih PP GMKI masa bakti 2025–2027 dalam membawa GMKI menjadi mitra kritis, konstruktif, dan transformatif di dunia pendidikan tinggi.


Menurutnya, GMKI harus hadir tidak hanya sebagai pengawas yang reaktif, tetapi juga sebagai suara profetik yang menghadirkan solusi berkeadilan. Organisasi ini harus mengambil posisi sebagai mitra yang mampu mendorong pendidikan tinggi yang demokratis, inklusif, dan kontekstual.


“Perguruan tinggi bukan hanya tempat belajar, tapi juga arena perjuangan moral dan sosial,” ujar Armada, Selasa (10/6/2025).


Ia mengatakan, GMKI tak boleh terjebak dalam sistem birokrasi mahasiswa yang stagnan, melainkan harus menjadi kekuatan penekan yang menyuarakan keadilan, keberpihakan kepada kaum terpinggirkan, dan mutu pendidikan yang berpihak pada iman, ilmu, dan pengabdian.


Armada juga menyoroti tantangan konkret seperti mahalnya biaya kuliah, kurikulum yang tak relevan dengan kebutuhan dunia kerja, serta minimnya ruang dialog mahasiswa. Semua itu, menurutnya, menjadi ladang perjuangan yang harus dijawab oleh GMKI dengan semangat perubahan.


Kini, saat wajah perguruan tinggi tengah diuji oleh zaman, panggilan untuk bertransformasi pun semakin nyata. GMKI diminta untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor perubahan yang mampu menjembatani kampus dan masyarakat demi pendidikan tinggi yang lebih bermartabat. (Red) 

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)