Baraktime.com|Jakarta Selatan
Diskusi sekaligus silahturahmi
Kebangsaan para tokoh Nasional yang di gelar Forum Tanah Air ((FTA) di hotel
Gand Kemang, Jakarta Selatan dibubarkan Paksa oleh sekelompok onkum diduga
preman, Sabtu (28/9) pagi kini menuai protes dari berbagai kalangan.
Acara yang dihadiri beberapa tokoh, seperti Din Syamsudin, Pakar Hukum Tata
Negara Refly Harun, Said Didu, eks Danjen Kopassus Soenarko, Marwan Batubara,
Rizal Fadhilah, selain Tata Kesantra dan Ida N Kusdianti yang merupakan Ketua
dan Sekjen Forum Tanah Air.
Menurut Tata Kesantra, ketua FTA menyebut massa itu sudah datang pukul
09.00 WIB. Mereka berorasi di depan hotel, dan menuntut bahwa diskusi harus
dibatalkan.
“Kemudian pada pukul 10.00 WIB, acara yang tengah berlangsung diserbu
massa. mereka dengan garang dan berteriak mengancam acara dibubarkan sambil
mencabut backdrop dan banner lainnya, merusak layar Infocus,
kursi, mikrofon, kamera, dan lainnya," ujar Tata.
Sementara Said Didu yang hadir di acara itu menyayangkan penyerangan oleh
sekelompok orang itu. Ia ngaku baru dua kali melihat orang yang tengah
berbicara di serbu massa.
“Yang pertama saya di Barcelona karena protes tentang tambang batu bara.
Sekarang di negaraku, sedang terjadi," kata Didu dikutip dari YouTube
Refly Harun.
Sementara itu, ia juga menduga, orang-orang yang menyerang diskusi tersebut
merupakan massa kiriman.
"Saya sangat menduga bahwa yang mengirim ke sini adalah memang pihak-pihak yang ingin tidak ada perubahan di negeri ini, yang ingin ada gaya kepemimpinan Jokowi berlanjut, yang ingin agar pembagian tanah-tanah rakyat oleh para oligarki yang dilakukan Jokowi berlanjut sehingga mereka mengirim orang agar pembicaraan seperti ini mengambil hak-hak rakyat itu dihentikan," ucap Didu.
Sedangkan Din Syamsuddin menegaskan terhadap aksi yang dilakukan oleh massa
sudah masuk dalam ranah kriminal. Ia menilai ini adalah kejahatan demokrasi.
"Bagi saya ini adalah penjelmaan dari perilaku yang memang cenderung
berbuat kejahatan dan apa yang terjadi tadi adalah kejahatan demokrasi. Ketika
masuk dan merusak ini adalah anarkisme yang tidak hanya memalukan tetapi
mengganggu dan merusak kehidupan kebangsaan," kata Din.
Refly Harun Kecam tindakan OTK dan Minta
Polisi Segera Bertindak
Refly mengecam aksi sekelompok orang itu. Ia meminta pihak kepolisian
bertindak dan mengamankan orang-orang tak dikenal yang merusak properti saat
diskusi berlangsung.
"Itu bukan delik aduan dan mereka melakukan itu di depan polisi. Jadi
kalau polisi tidak bertindak, aneh bin ajaib," ujar Refly di video YouTube
di channel Refly Harun.
Ia dan undangan lain yang ada di diskusi tersebut juga berencana untuk
melaporkan aksi perusakan ini, bila polisi tak bertindak.
"Menurut saya kita perlu nanti datang ramai-ramai ke kantor polisi
untuk menyampaikan hal itu, kalau mereka tidak melakukan apa-apa," kata
dia.
Sementara Organisasi Pengamat HAM, SETARA Institute mengecam pembubaran
acara diskusi tersebut. Bagi mereka, ini adalah teror kebebasan berekspresi.
"Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya pembubaran
diskusi secara paksa tersebut oleh aksi premanisme tersebut. Tindakan
pembubaran diskusi tersebut merupakan teror terhadap kebebasan berekspresi dan
ancaman atas ruang sipil yang semakin menyempit," kata Halili Hasan,
Direktur Eksekutif SETARA Institute, lewat siaran persnya, Sabtu (28/9).
Kedua, menurut Halili, SETARA Institute juga mengecam tindakan pembiaran
yang dilakukan oleh aparat kepolisian atas aksi premanisme dalam pembubaran
diskusi oleh sejumlah orang tersebut.
"Ketiga, aksi premanisme yang meneror kebebasan sipil bukan kali
pertama ini terjadi. Sebelumnya terjadi kekerasan serupa yang mengintimidasi
dan menakut-nakuti masyarakat sipil dan media dalam berekspresi, antara lain
perusakan kendaraan Jurnalis Majalah Tempo Hussein Abri Dongoran. SETARA
Institute mendesak pemerintah, khususnya aparat kepolisian, untuk mengusut
tuntas sejumlah aksi premanisme dan mempertanggungjawabkan kepada publik
penanganan aksi premanisme dimaksud," ujarnya.
"Keempat, pembubaran diskusi melalui aksi premanisme tersebut dalam
pandangan SETARA Institute merupakan alarm nyaring yang menandai bahwa
kebebasan sipil semakin menyempit di tengah demokrasi yang semakin surut (regressive
democracy)," ujar Halili.
Akibat aksi premanisme itu, Ketua Riset dan Advokasi Publik LBH AP PP
Muhammadiyah, Gufroni, mengecam aksi pembubaran paksa acara tersebut. Menurut
dia, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berkumpul dan
berpendapat yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945.
Gufroni mengatakan pihaknya menuntut aparat penegak hukum untuk menyelidiki
dan menindak tegas para pelaku pembubaran paksa acara tersebut.
Berikut tuntutan lengkap LBH AP PP Muhammadiyah:
1. Penyelidikan cepat dan transparan oleh aparat penegak hukum atas insiden
pembubaran paksa ini.
2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak kebebasan berkumpul dan
berpendapat.
3. Penghentian aksi-aksi premanisme yang mengancam ruang demokrasi di
Indonesia.
4. LBH-AP PP Muhammadiyah siap mendampingi Din Syamsudin dan tokoh lain
untuk melaporkan aksi premanisme tersebut ke kepolisian.
Banyaknya komentar dan pernyataan sikap yang mengecam tindakan brutal oleh
sekelompok orang tak dikenal, Kapolsek Mampang, Kompol Edy Purwanto, angkat
bicara terkait pembubaran paksa diskusi yang diselenggarakan Forum Tanah Air
(FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu pagi (28/9).
Edy mengatakan Polisi memang ada di kawasan Hotel Grand Kemang karena
mendapat perintah untuk melaksanakan pengamanan aksi unjuk rasa Aliansi Cinta
Tanah Air di depan hotel tersebut.
“Kami melaksanakan pengarahan pukul 08.00 (WIB), lalu pukul 09.00 Aliansi
Cinta Tanah Air Ini datang melakukan orasi di Gerbang Pintu Grand Kemang bagian
depan,” kata Edy
Tapi, Edy mengatakan, polisi tak mengetahui ada acara diskusi yang sedang
berlangsung di dalam hotel karena tak ada izin acara kepada kepolisian.
Sementara unjuk rasa Aliansi Cinta Tanah Air sudah berizin.
Perbesar
Lalu, Edy menyebut, tiba-tiba sekitar 25 orang yang mengenakan masker masuk
melalui pintu belakang yang tak dijaga polisi.
“Saat kami fokus pengamanan kegiatan unras (unjuk rasa) di depan, tiba-tiba
kami mendapatkan informasi ada sekelompok orang tak dikenal masuk lewat gerbang
pintu belakang,” ujarnya.
Edy memastikan orang-orang yang merangsek masuk dan membubarkan paksa acara
diskusi berbeda dengan massa aliansi yang tengah berdemo di depan hotel.
"Jadi orang berbeda dengan kelompok yang melakukan Unras," kata
Edy.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal telah mengambil
beberapa barang bukti untuk mengidentifikasi para pelaku.
"Iya, sudah kita ambil beberapa rekaman hp dan CCTV untuk identifikasi
pelaku untuk ditangkap lanjut proses hukumnya," ujar Kapolres Metro
Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal, saat dikonfirmasi, Sabtu (28/9).
Ade mengungkapkan, dari hasil penyelidikan sementara, ada 5-10 orang pelaku
pembubaran paksa. Identitas mereka sedang ditelusuri polisi.
"(Pelaku) 5-10 (orang), sedang diidentifikasi identitas yang
bersangkutan," ujarnya. (red/sumber :Kumparan news)
Posting Komentar
0Komentar