AKU DAN LELAKI SEPAROH BAYA

Media Barak Time.com
By -
0

Gambar hanya sebuah Ilustrasi
 

Cerita  ini dimulai saat Aku duduk di teras masjid usai sholat fardu zuhur,  sambil mengutak atik tombol Handphoneku tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. “Aduh….bagaimana ini, padahal aku harus menjemput anak  di sekolah. Biasa rutinitas menjemput anakku setiap pulang sekolah sudh menjadi kebiasaan,karena aku tak ingin mereka berlangganan betor. Bukan tanpa alasan, karena kulihat betapa dipaksakan anak-anak harus duduk berhimpitan dengan yang lainnya,”Over capacity”. Itu yang membuatku tak sampai hati melihat anakku bergelantungan di betor, belum lagi keselamatan mereka.

Sedang asyik berfikir tentang bagaimana menjemput anakku di sekolah, kulihat seorang lelaki separoh baya sedang duduk di sudut parkiran dengan menenteng goni besar. Dilihat dari penampilannya pasti dia baru  mencari barang-barang bekas alias butut. Lama kupehatikan lelaki   yang sedang santai itu dengan menikmati sebatang rokok yang terselip di bibirnya. Asap mengepul sesuai dengan hembusan nafasnya yang pasrah. Mataku masih tertuju padanya, beberapa menit kemudian lelaki itu bangkit dan berjalan ke arah tempat wudhu. Setelah meletakkan goni besarnya di sudut dinding kamar mandi, dia ambil tas kecil yang berada di bahunya. Kemudian bergegas ke kamar mandi.

“Subhanallah….,” bathinku

Aku hanya berfikir dengan pekerjaannya sebagai tukang butut dia mampu menyisihkan waktu untuk mengabdikan diri kepada sang Khaliq, waktu sangat berharga baginya. Mengapa tidak, dengan kondisi pakaian kerja yang kucel dia sangat percaya diri untuk menjalani semua ini. Bukankah Allah Swt tidak memandang pangkat dan jabatann kita, tapi yang dipandangNya adalah sejauhmana tingkat ketaqwaan kita kepadaNya.

Sedang asyik berfikir tetang lelaki itu, tiba-tiba dia sudah selesai dari kamar mandi dan penampilan 100 % berubah total. Subhanallah.....” bathinku lagi.

Dengan pakaian gamis dan  kain bersih beliau melangkahkan kaki kearah masjid dengan santai dan percaya diri. Mataku tak luput dari lelaki separoh baya itu sampai tubuhnya hilang dari pandanganku.

“Sungguh bersahaja lelaki itu” bathinku.

Hujan masih saja turun begitu derasnya membasahi bumi yang fana ini, sambil menunggu lelaki separoh baya tadi selesai sholat jemariku kembali sibuk dengan handphone yang sedari tadi berada dalam genggamanku.

Ku sms salah seorang guru yang ada disekolah anakku agar memberitahukan anakku untuk tidak pulang sebelum aku datang.

“Terima kasih ya pak, pokoknya reda hujan saya langsung kesana” ujarku pada guru itu.

Sedang asyik aku memainkan Handphone ku, tiba-tiba lelaki itu duduk disamping ku lalu menyalamku dengan wajah yang bersih.

“Assalamu’alaikum nak” kata lelaki itu

“”Wa’alaikum salam, darimana tadi pak” tanyaku dengan pertanyaan standart.

“Biasalah nak nyari sesuap nasi”

“Mengutip barang bekas ya pak”

“Benar nak,”

“Sudah lama bapak lakoni pekerjaan ini”

“Ah..gak sih, baru beberapa bulan saja”

“Selama ini bapak kerja apa, kok baru beberapa bulan melakoni pekerjaan ini”


Lelaki separoh baya itu terdia sejenak, seakan ingin menarik nafas dalam-dalam. Sepertinya ada pilu yang tengah mengelanyut dalam benaknya.

“Dulu saya seorang kontraktor nak”

Tiba-tiba lelaki itu buka suara sambil tertunduk dan menatap ujung kakinya dengan hampa.

“Kok bisa…” sepontan kata itu yang keluar dari mulutku.

“Huh….! begitulah hidup nak kalau tidak bersyukur atas nikmat yang telah diberikanNya.

“Maaf pak, bukan ada maksud yang lain, Cuma heran saja kenapa bisa drastis seperti ini” kataku masih belum percaya dengan perkataan lelaki itu.

“Benar nak,dulu saya tidak pernah bersyukur atas nikmat yang telah diberikanNya. Dengan kemudahan-kemudahan faslitas yang saya dapat saat menjadi kontraktor lantas membuat lupa semuanya. Setelah mulai berkembang di dunia kontraktor, saya terjebak dengan pergaulan yang sebenarnya tidak ada gunanya.

Setiap akan lelang proyek yang saya lakukan adalah melobby para bos-bos agar kerjaan itu menjadi miliknya, kadang meihat keinginan mereka. Kalau ketemu dengan bos yang mata keranjang, saya tinggal siapkan bidadari-bidadari buat mereka, kalau yang hobbinya narkoba, saya temani mereka sambil mabuk-mabukan.pokoknya kerjaan itu maksiat semua, gak ada yang beres” kata lelaki itu tertunduk.

“lalu pak”

Lama-kelamaan saya ikut dalam gelimangnya dosa-dosa itu, sampai-sampai keadaan keluargapun menjadi terabaikan. singkat cerita,hingga pada suatu waktu Allah SWT mencabut semua kenikmatan itu.  semua pekerjaan mengalami masalah hingga harus mengganti rugi  semuanya agar tidak terjerat dengan hukum.

Akhirnya semua harta yang telah ada ludes hanya untuk menutupi kesalahan yang seharusnya tidak terjadi kalau kita berjalan pada rel yang benar. Isteri dan anak-anakku lebih memilih kembali kepada orangtuanya, tinggallah saya sendiri.” Ujarnya lirih.

“Setelah semuanya pergi dan isteri bapak kembali kepada orangtuanya untuk sementara waktu, apa yang bapak lakukan” tanyaku sambil melihat ada setitik penyesalan di wajahnya.

“Yahh…bagaimana lagi, kalau memang itu konsekuensi yang harus saya terima. memang butuh beberapa waktu untuk bisa melupakan itu semua. Dengan tekad yang tersisa satu-satunya jalan yang saya ambil adalah bertobat atas apa yang telah saya lakukan saat masih bergabung di kubangan jahiliyah dan penuh lakhnat itu.

Lalu saya pindah ke mari dengan membawa pakaian seadanya dan mengontrak sebuah rumah kecil untuk tempat tinggal. Perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri, tekad itulah yang membawa saya kemari dengan melakoni pekerjaan yang nanda lihat ini” kata Lelaki itu

Ketika  seseorang  berbuat dosa, pada hakikatnya ia telah dikalahkan oleh hawa nafsunya. Virus dosa ini harus segera diobati sebelum menjalar, yaitu dengan istighfar memohon ampunan kepada Allah SWT. Karena satu dosa yang dilakukan seseorang itu bagai penyakit yang menempel di jiwanya. Jika tidak segera diobati, suatu saat penyakit ini akan menjalar dan menggiringnya untuk melakukan dosa lain.” katanya

Dosa menumpuk yang tidak segera diobati bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun akan mati. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang hamba melakukan satu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Jika ia meninggalkannya dan memohon ampunan serta bertaubat, maka hatinya dibersihkan. Jika ia kembali untuk berbuat maksiat, maka ditambahkan lagi titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan sebagai “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya, ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’”.



“Jadi bagaimana dengan isteri dan anak bapak, apakah mereka tahu tentang kondisi bapak seperti ini” kataku

“Nanti suatu waktu saya akan menemui mereka dengan situasi yang bebeda, yah….. setelah benar-benar bisa melalui semua ini dengan iklas. Saya tidak ingin mereka hidup dari uang haram.” Tegasnya.

Sebenarnya kalau dipikir, sangat normal jika kita penuh dosa dan penuh dengan kekurangan, yang menjadi masalah adalah saat kita berhenti dan menyesali dosa-dosa yang telah kita lakukan serta melakukan taubat kepada Allah SWT. Memang sangat berat, akan tetapi keikhlasan dalam bertaubatlah yang harus turut menyertai kita” katanya lagi.

“Benar itu pak, pertaubatan dalam mengingat dosa harus tetap kita lakukan agar jangan lalai dari tipu daya dunia ini” kataku sambil melihat jam tanganku

“Aduh…maaf pak kebetulan hujan telah redah dan saya harus menjemput anak di sekolah. sebenarnya masih ingin berlama-lama ngobrol dengan bapak, tapi……”

“Yah…sudah nak, gak apa-apa, utamakan keluargamu. Sebab mereka lah yang membuat diri kita menjadi semangat. Jangan pernah kau abaikan itu, karena saya telah mengalaminya sendiri” pesan lelaki separoh baya.

“Jadi gak apa-apa ni ….saya tinggal” kataku meyakinkan lelaki itu.

“Silahkan nak, sayapun mau melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Lain waktu kita bisa ngobrol lagi dengan suasana yang berbeda.” Katanya

Akupun bangkit dan menyalamnya sekaligus pamit untuk menjemput anakku yang sudah kelamaan menunggu di sekolah.

Apa yang dilakukan lelaki separoh baya itu merupakan hal yang tersulit kalau tidak dibarengi dengan keikhlasan, sebab pertaruhan ego yang hebat ketika seorang kontraktor beralih profesi menjadi tukang butut. Mudah-mudahan beliau sanggup menjalani proses hijrahnya dengan ikhlas dan sabar. 

(Cerita ini hanya fiksi, jika ada kesamaan cerita itu hanya kebetulan saja.)


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)