Ahad, 10 Agustus 2026, Student Center HMI Cabang Medan menjadi saksi peristiwa yang seharusnya menggetarkan denyut intelektual organisasi.
Pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Medan periode 2025–2026 resmi dilantik. Momen ini bukan sekadar formalitas serah-terima jabatan, melainkan penegasan peran strategis BPL sebagai “jantung” perkaderan HMI di kota ini.
Dahulu, BPL bernama Biro Kader. Sebuah nomenklatur sederhana namun sarat makna. Dari sana lahir tokoh-tokoh yang kini menempati panggung nasional. Dalam ingatan kolektif kader HMI Medan, nama-nama seperti almarhum Hasan Basri Daulay (Bang Jambang), Alex Tofani, dan Chazali Situmorang masih membekas. Mereka memimpin bukan sekadar mengatur jadwal training, tetapi mengawal arah ideologis dan moral kader.
Pelantikan kali ini menghadirkan wajah baru dan harapan baru. Ketua Umum HMI Cabang Medan, Cici Indah Rizki Boru Harahap, bukan hanya melantik pengurus BPL, tetapi juga mengukuhkan tiga Instruktur penuh yang akan memperkuat barisan. Dengan tambahan ini, kini hanya ada 10 Instruktur aktif di HMI Cabang Medan. Jumlah yang minim, tetapi memiliki peluang menjadi tim elite yang solid jika dikelola dengan visi yang benar. Kemudian yang menarik, hadir pula satu-satunya Instruktur HMI Wati yang masih aktif berpartisipasi, namanya Cahaya Permata. Kehadirannya adalah simbol bahwa gender bukan penghalang untuk menjadi penjaga ideologi dan moral organisasi. Dalam sejarahnya, HMI tidak pernah membatasi kiprah kader perempuan untuk memimpin proses intelektual.
Menyaksikan acara ini memanggil memori lama. Ada rasa haru sekaligus gelisah. Haru, karena tradisi perkaderan tetap hidup. Gelisah, karena tantangan zaman kini jauh lebih kompleks dari pada era 1990-an dan 2000-an.
Pesan saya sederhana tetapi fundamental: kembalikan kejayaan perkaderan HMI Cabang Medan. Itu berarti menghidupkan kembali tradisi membaca — buku, kitab, jurnal —forum diskusi— aksi intelektual terukur— yang menjadi fondasi berpikir seorang intelektual Muslim. Tanpa itu, training hanya akan menjadi kegiatan seremonial, bukan proses transformatif.
Menurut AD/ART HMI, tujuan organisasi ini adalah terbinanya insan akademis pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. BPL adalah perangkat cabang yang paling strategis untuk mewujudkan tujuan itu melalui perkaderan formal dan non-formal.
Pedoman Perkaderan HMI menegaskan bahwa setiap training harus melahirkan kader yang memiliki kesadaran intelektual, kepekaan sosial, dan komitmen perjuangan. Artinya, pengurus BPL tidak boleh puas hanya dengan menggelar Basic Training. Harus ada inovasi dalam bentuk special training yang menjawab tuntutan era digital, ekonomi kreatif, dan tantangan kebangsaan.
HMI Cabang Medan punya modal sejarah yang luar biasa. Dari sinilah lahir tokoh seperti antropolog Indonesia Prof. Usman Pelly. MA. Ph.D., Dr. Zaini Abdullah, juru runding Gerakan Aceh Merdeka yang kemudian menjadi Gubernur Aceh, dan Gamawan Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri. Mereka adalah bukti bahwa perkaderan HMI Medan pernah menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia.
Namun, sejarah bukan untuk diratapi atau disakralkan. Ia harus menjadi batu loncatan. Mengulang kejayaan tidak berarti memfotokopi masa lalu. Mengulang kejayaan berarti memahami ruhnya lalu mengeksekusinya dalam konteks kekinian.
Begitupun BPL hari ini tidak cukup hanya mengatur jadwal Basic, Intermediate, dan Advance Training. Mereka harus mampu merancang training tematik yang memperkuat tiga fungsi utama HMI: intelektual, organisatoris, dan pengabdi umat.
Dalam konteks Tri Dharma Perguruan Tinggi, kader HMI harus di latih tidak hanya memahami teori, tetapi juga memiliki keterampilan riset, pengabdian masyarakat, dan kepemimpinan kampus. Itu berarti BPL perlu membuat modul training berbasis riset lapangan dan problem solving nyata.
Medan dan Sumatera Utara memiliki keragaman sosial, budaya, dan problem urban yang khas. Dari konflik agraria, masyarakat miskinan kota, hingga problem mahasiswa di kampus-kampus. Semua itu harus menjadi “laboratorium sosial” bagi kader. BPL harus mendorong lahirnya program pendampingan umat yang konkret.
Kader yang di tempa dalam training harus paham realitas kampung-kampung nelayan di Belawan, problem buruh perkebunan, problem pedagang kaki lima di Pusat Pasar Medan, hingga isu pemerintahan bersih, isu pemberantasan narkoba, isu pendidikan di daerah pinggiran. Tanpa itu, kader hanya akan menjadi “intelektual menara gading” yang piawai berdiskusi, tetapi abai pada amat penderitaan rakyat.
BPL juga harus menghidupkan kembali tradisi diskusi mingguan di Student Center. Bukan sekadar forum santai, tetapi diskusi terstruktur dengan bahan bacaan wajib. Tradisi ini yang dulu melahirkan kader-kader dengan kedalaman analisis dan ketajaman berpikir.
Instruktur pun harus menjadi teladan.
Dalam Pedoman Perkaderan, instruktur bukan hanya fasilitator materi, tetapi juga figur yang menjaga moralitas dan akhlak Islam.Tidak ada artinya berbicara tentang keadilan sosial jika kehidupan pribadi jauh dari nilai-nilai yang diperjuangkan.
Etika perkaderan HMI menuntut bahwa proses harus bersih dari kepentingan politik praktis yang dangkal. Memasukkan agenda partisan dalam training sama saja merusak amanah suci perkaderan.
BPL harus tegas melawan budaya instan. Perkaderan merupakan proses panjang, bukan sekadar formalitas untuk mendapatkan sertifikat. Setiap kader harus diuji melalui proses pembelajaran yang ketat, disiplin, dan berorientasi pada misi HMI.
Kader hari ini hidup di era information overload. Tantangan bukan lagi kekurangan informasi, melainkan banjir informasi yang bercampur hoaks. Maka, modul training harus membekali kader dengan literasi digital, kemampuan psikomotorik yang adaptif dengan teknologi dan kemampuan berpikir kritis.
Medan adalah kota pluralis dan strategis di Sumatera Utara. Posisi ini memberi peluang HMI Cabang Medan menjadi pusat pengaruh regional. Tetapi peluang itu akan hilang jika perkaderan tidak disertai visi yang jelas.
BPL harus menjalin kerjasama yang sinergis dengan institusi kampus, LSM, komunitas literasi, dan organisasi keagamaan lain. Sinergi ini akan memperluas ruang gerak kader sekaligus memperkuat pengaruh HMI.
Dalam AD/ART, HMI adalah organisasi yang independen. Independensi itu harus dijaga, terutama dalam konteks pengaruh eksternal dan keberpihakan pada kebenaran (hanif). Jangan sampai perkaderan menjadi pintu masuk kepentingan pihak luar yang mengaburkan jati diri HMI.
Instruktur HMI harus mampu menjadi role model di bidang akademik. Minimal, mereka aktif menulis, riset, dan mempublikasikan karya. Dengan begitu, kader bisa melihat bahwa intelektualisme bukan jargon kosong.
Salah satu masalah klasik perkaderan adalah regenerasi instruktur. Jumlah instruktur aktif yang hanya 10 orang di Cabang Medan harus menjadi alarm. Jika tidak segera melahirkan generasi baru, proses perkaderan akan terganggu.
BPL harus menggelar Instruktur Training secara rutin. Tidak hanya untuk mengisi kekosongan, tetapi juga untuk menjaga kualitas instruktur.
Kaderisasi HMI bukan sekadar mencetak pemimpin organisasi, tetapi juga mencetak pemimpin umat dan bangsa. BPL harus memastikan setiap output training memiliki kesadaran bahwa pengabdian tidak berhenti di internal HMI.
HMI Cabang Medan juga harus berani mengevaluasi kualitas training secara teratur, berkala dan terukur. Apakah peserta benar-benar memahami materi atau sekadar hadir secara fisik? Evaluasi ini penting untuk menghindari degradasi kualitas kader.
Perkaderan juga harus peka terhadap isu-isu global. Kader harus mengenal perang proxy, pemahaman demokrasi dan Hak Asasi Manusia, problem Palestina, perubahan iklim, hingga geopolitik dunia Islam. Dengan wawasan global, kader mempunyai bacaan mumpuni dan mampu menempatkan perjuangannya dalam peta peradaban umat.
BPL harus menjaga keseimbangan antara ruhiyah dan aqliah. Jangan sampai kader pintar berdebat tetapi miskin akhlak. Demikian pula, jangan sampai kader hanya saleh ritual tanpa kesadaran sosial.
Medan yang plural menuntut kader HMI memiliki keterampilan dialog lintas iman yang progresif dan mendorong persatuan bangsa. BPL bisa menginisiasi training toleransi berbasis Islam yang menegaskan bahwa keberagaman adalah sunatullah, tetapi tidak mengaburkan prinsip akidah.
Para instruktur harus rajin turun ke komisariat dalam membangun komunikasi dengan penjadwalan yang terencana. Jangan biarkan komisariat berjalan sendiri tanpa pendampingan. Komisariat berfungsi melakukan rekrutmen kader, di kampus dimana komisariat menjadi basis produksi kader, dan kualitasnya akan menentukan wajah HMI Cabang Medan.
BPL juga bisa memanfaatkan teknologi. Modul training bisa dibuat dalam bentuk e-learning untuk memperluas jangkauan. Tetapi teknologi tidak boleh menggantikan proses interaksi langsung yang menjadi ruh perkaderan.
Setiap training harus diakhiri dengan follow up nyata dan penguat pemahaman kader pada misi organisasi. Misalnya, peserta Basic Training bisa diarahkan untuk membuat program sosial di lingkungan kampusnya sebagai contoh teladan atau uswatun hasanah. Dengan begitu, training tidak berhenti di ruang kelas.
BPL Cabang Medan harus berani memposisikan diri sebagai pionir nasional. Jika dulu HMI Medan menjadi kiblat perkaderan, maka hari ini peluang itu masih terbuka. Syaratnya: kerja keras, disiplin dan inovasi berkelanjutan.
Dr. Zahrin Pilliang, sebagai mantan Ketua Umum HMI Cabang Medan dan mantan Kepala Biro Kader, berharapan pada para pengurus BPL yakni, 'saya tahu bahwa jalan ini tidak mudah. Tapi saya juga tahu, jika BPL serius, dalam lima tahun ke depan Medan bisa kembali menjadi pusat perkaderan nasional', tutur beliau pada pidato pelantikan pengurus BPL HMI Cabang Medan.
Perkaderan dalam organisasi HMI adalah jantung HMI. Jika jantung itu sehat, seluruh tubuh organisasi akan kuat. Tetapi jika ia lemah, maka seluruh organ akan ikut sakit.
BPL tidak boleh menjadi sekadar agenda rutin tahunan. Ia harus menjadi lokomotif perubahan yang menggerakkan roda perjuangan HMI.
Semangat yang ingin dipertegas pada pengurus BPL baru: jagalah amanah ini dengan penuh kesungguhan. Jadikan setiap training sebagai ibadah, bukan hanya program kerja.
Karena pada akhirnya, seperti termaktub dalam AD/ART HMI, perjuangan kader HMI adalah dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi syiar Islam demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.
Jika ruh itu terjaga, maka kejayaan perkaderan HMI Cabang Medan bukan sekadar kenangan masa lalu, tetapi kenyataan masa depan.
Demikian.
Penulis Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap, SH Merupakan Praktisi Hukum, Alumni HMI Cabang Medan Asal HMI Gak. hukum USU, Sekum Badko HMI Sumut Periode 1997-1999 dan Instruktur HMI Cab. Medan
______________
Daftar Pustaka
Himpunan Mahasiswa Islam. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta: PB HMI, 2020.
Himpunan Mahasiswa Islam. Pedoman Perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta: PB HMI, 2021.
Pidato Dr. Zahrin Piliang Sebagai Instruktur Senior HMI Cabang Medan, pada Pelantikan Pengurus BPL HMI Cab. Medan pada Ahad, 10 Agustus 2026, Student Center HMI Cabang Medan.
Posting Komentar
0Komentar