Dalam relung sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), istilah
hanif bukan sekadar kosa kata keagamaan. Ia adalah fondasi moral perjuangan,
arah lurus menuju kebenaran yang tak mudah dibelokkan oleh kuasa, uang, maupun
intimidasi. Di tengah kebekuan moral dan kompromi yang merajalela, kader-kader
HMI Cabang kembali membuktikan bahwa kompas perjuangan mereka masih menunjuk
pada poros nilai: keberpihakan pada yang benar, bukan yang berkuasa.
Kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD)
COVID-19 di Sumatera Utara menjadi babak baru pembusukan birokrasi yang harus
ditelanjangi. Nilai ratusan miliar anggaran diduga dikorupsi oleh para pemegang
kuasa, sementara rakyat berjuang melawan pandemi dengan fasilitas minim. Ketika
aparat penegak hukum lamban dan selektif dalam memproses kasus ini, mahasiswa
dan kader HMI dari berbagai cabang, termasuk Cabang Medan, turun ke jalan,
menyuarakan kegelisahan publik.
Namun aksi damai yang digelar di depan Kantor Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara berubah menjadi adegan brutal. Kader HMI, termasuk
Muhammad Aulia dkk, menjadi korban pemukulan oleh sekelompok pria tak dikenal
yang di duga kuat merupakan preman bayaran. Wajahnya berdarah, tubuhnya babak
belur. Ini bukan sekadar kekerasan fisik, tetapi juga penistaan terhadap
idealisme mahasiswa yang sedang menunaikan peran amar ma’ruf nahi munkar
sebagaimana diwariskan dalam nilai-nilai HMI.
Menurut Anggaran Dasar HMI, organisasi ini berasaskan Islam,
dengan tujuan membentuk insan akademis pencipta, pengabdi, bernafaskan Islam,
dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai
Allah SWT. Maka ketika kader HMI berdiri di garda depan melawan korupsi, mereka
tidak melenceng dari AD/ART, melainkan menjalankannya secara otentik. Justru
mereka yang diam atau berkompromi dengan kezaliman yang patut dipertanyakan
loyalitas organisasional dan moralnya.
Lebih lanjut, Pedoman Perkaderan HMI menyebutkan bahwa kader
HMI harus ditumbuhkan dengan kepekaan sosial dan keberanian moral dalam
menghadapi ketimpangan sosial. Maka aksi mereka bukan sebatas orasi jalanan,
tapi aktualisasi dari proses kaderisasi yang hidup. Ketika seorang kader
berteriak “Tangkap mafia anggaran COVID-19!”, ia sedang membela nilai
kemanusiaan dan keadilan yang menjadi inti dari misi profetik Islam.
Ironisnya, saat kekerasan terjadi, struktur pengurus tingkat
wilayah—yakni Ketua Umum BADKO HMI Sumut—bukannya tampil sebagai pelindung
moral dan organisatoris bagi kader HMI,
Ia justru mengeluarkan pernyataan kontraproduktif, menyebut bahwa aksi
tersebut “bukan bagian dari HMI.” Ini bukan sekadar kekeliruan organisatoris,
tapi kegagalan moral. Ketika kader diserang secara brutal dan biadab,
pemimpinnya justru melepaskan diri. Ini bukan kepemimpinan, melainkan
kemunafikan struktural yang pro pada koruptor.
Padahal, sejarah HMI telah ditorehkan oleh mereka yang
memilih berseberangan dengan kekuasaan demi membela kebenaran (hanif). Lafran
Pane tidak membangun HMI untuk menjadi organisasi pengecut yang takut pada
preman dan aparat becat. Ia mendirikan HMI sebagai benteng peradaban, tempat
lahirnya pejuang moral yang hanif, yang setia pada nilai meski harus menghadapi
represifisme. Maka ketika ada kader di serang karena menyuarakan kebenaran,
seharusnya seluruh struktur organisasi berdiri memagari mereka.
Lebih memprihatinkan lagi, kekerasan terhadap mahasiswa
didepan lembaga penegak hukum (Kejatisu) tidak hanya mencerminkan krisis hukum,
tapi juga semakin memperjelas wajah gelap penegakan keadilan di Sumut. Mengapa
suara kebenaran dibungkam dengan bogem, bukan dengan dalil? Mengapa preman
lebih cepat bertindak dari pada jaksa? Apakah hukum telah disubkontrakkan pada
kekuatan jalanan yang anarko? Jika demikian, maka perlawanan moral menjadi
keharusan sejarah, bukan pilihan opsional. Perlu diingatkan memori kolektif bangsa bahwa kader HMI dulu laskar bersenjata
yang tergabung dalam HIzbullah untuk mempertahankan Kemerdekaan RI.
Begitupun negara dalam keadaan normal, maka aksi kader HMI
adalah bentuk jihad sosial. Mereka tidak mengangkat senjata, tetapi mengangkat
suara. Mereka tidak menghancurkan fasilitas negara, tetapi menghancurkan
kemapanan hipokrit dalam sistem hukum. Mereka tidak berdiri atas dasar
kebencian, melainkan atas dasar cinta: cinta pada keadilan, pada rakyat, dan
pada masa depan Sumatera Utara yang lebih bersih.
Perlu diingat, tugas HMI bukan menjadi hamba kekuasaan.
Tugas HMI adalah menjadi penjaga nilai, penyeru kebenaran, sekaligus penggugah
nurani umat. Maka ketika kader-kader turun ke jalan dan berdarah-darah karena
menyuarakan pemberantasan korupsi, mereka adalah pengejawantahan dari insan
cita. Mereka bukan sekadar mahasiswa. Mereka adalah warisan dari sejarah
panjang gerakan moral di Indonesia.
Yang hari ini dibutuhkan bukanlah kader yang jago debat di
forum, tapi takut di jalanan. Yang dibutuhkan adalah kader hanif—yang lurus
pada kebenaran meski harus berhadapan dengan kekerasan. Dan mereka telah
menunjukkannya. Kini tinggal kita bertanya: di pihak mana kita berdiri? Bersama
mereka yang berdarah karena membela kebenaran, atau mereka yang bungkam dan
nyaman dalam dekapan status quo?
Perjuangan belum usai. Laporan telah masuk ke polisi, dan
proses hukum tengah berjalan. Namun suara kita tak boleh berhenti. Kita harus
terus mendesak penegakan hukum yang berkeadilan. Jika hari ini kita diam, maka
besok giliran suara kita yang akan dibungkam. Maka, sebagaimana pesan
Rasulullah: “Sampaikanlah kebenaran walau pahit.”
HMI harus kembali ke jati dirinya sebagai pelindung
moralitas umat dan bangsa. Bukan sekadar organisasi yang mencetak aktivis forum,
tetapi yang melahirkan pejuang jalanan yang mampu menggetarkan meja kekuasaan
dengan nilai dan nurani. Maka, selamat datang kader hanif. Teruslah lawan
korupsi. Jangan takut. Karena kalian sedang berada di jalan yang benar.
Demikian
Penulis Adv. Irfan Harianto,SH, Praktis Hukum, Ketum HMI
Komisariat FH USU Periode 2007-2008 dan Litigator Pusat Bantuan Hukum Rakyat
Sumatera Utara
_________
Daftar Pustaka
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpinam Mahasiswa
Islam (HMI)
Pedoman Perkaderan HMI, Hasil Kongres PB HMI
“Korupsi APD Covid-19 Sumut: Desakan Seret Nama-Nama Besar”
– Jagok.co
“Ketua Umum BADKO HMI Sumut: Kegagalan Moral dalam
Melindungi Kadernya” – Baraktime.com
Laporan Kasus Penganiayaan Demonstran Mahasiswa di Kejatisu
– 2025.
Posting Komentar
0Komentar