Gambar hanya Ilustrasi |
Kontalasi politik semakin menunjukkan dinamikanya dua bulan menuju Pesta Demokrasi yang dibalut pada Pilkada serentak 2024 mendatang. Sebab pada bulan September ini masa kampanye bagi para Calon Gubernur/Wakil Gubernur dan Bupati/Wakil Bupati Kabupaten /kota sudah di mulai. Artinya, Aba-aba telah dikeluarkan penyelenggara Pemilu bagi setiap calon untuk berintraksi dan bersosialisasi kepada konstuennya. Masing-masing calon dengan kepiawaiannya menawarkan program yang visioner agar dapat diterima dan hal ini sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat.
Janji politik gencar di mainkan oleh setiap calon dalam
upaya mencari simpatik masyarakat agar dapat mendukungnya, juga menjadi
tontonan yang biasa-biasa saja.
Namun ada hal yang menarik dan perlu menjadi pembahasan dalam konteks Pilkada serentak di Sumatera Utara khususnya di Labuhanbatu Selatan. Tentunya tentang netralitas ASN, Kepala Desa dan Pejabat BUMN/BUMD dalam Pilkada 2024. Bisakah mereka netral dalam pesta demokrasi ini? atau sebaliknya, mereka lebih getol untuk menyuarakan salah satu calon agar dipilih?.
ASN, Kepala Desa, dan Pejabat BUMN/BUMD harus netral
Jauh-jauh hari Badan Pengawas Pemilihan Umum telah
mengingatkan tentang netralitas ASN, Kepala Desa, BPD dan Pejabat BUMN/BUMD
juga TNI/Polri sebagai garda terdepan pengamanan Pemilu. Kenapa hal ini
dilakukan Bawaslu? Kenapa tidak dibiarkan saja mereka tidak netral?
Dalam konteks ini perlu kita pahami bersama bahwa Aparatur
Sipil Negara (ASN) menjadi sektor yang sangat penting dalam Pilkada serentak
2024, karena berkaitan dengan pelayanan publik. ASN harus pada posisi netral
dan tidak berpihak kepada siapapun terkait Pilkada, sebab mereka sebagai
pemberi pelayanan publik harus bebas dari intervensi politik dan harus
memastikan kebijakan pemerintah tentap fokus pada kepentingan umum bukan pada
kepentingan golongan.
Disamping itu, ASN harus menghindari dirinya dari
penyalahgunaan sumber daya yang mereka miliki untuk tujuan politik, tetap
menjaga integritas kompetisi politik dan melindungi kepentingan Umum.
Netralitas ASN ini telah tertuang didalam Undang-Undang No.
7 Tahun 2017 tentang pemilu tepatnya pada pasal 280 ayat (2) dalam pelaksanaan dan/atau tim kampanye pada
kegiatan kampanye pemilu di larang mengikut sertakan ASN, TNI/Polri, Kepala
Desa, BPD, Aparat Desa dan anak-anak. Dan apabila pasal 280 ayat (2) ini di langgar,
maka undang-undang No 7 Tahun 2017 juga mengatur sanksinya pada Pasal 494.
Dalam pasal itu dijelaskan Setiap
aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan
permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Sementara pada pasal 282 juga ditegaskan, Pejabat negara,
Pejabat Struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala
desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Dalam pasal 283 juga sebagaimana pasal 282 dilarang untuk mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, selama dan
sesudah masa kampanye. misalnya seorang kepala desa memfasilitasi salah satu
calon untuk berkampanye didesanya dengan mepengaruhi masyarakat yang ada di desa
tersebut. Hal ini akan menciderai demokrasi itu sendiri dengan menggunakan
kekuasaannta untuk mepengaruhi warga selaku pemilih.
Ini tidak menunjukkan netralitas dan merugikan calon lain,
karenanya dalam ayat (2) tertuang pelarangan yang meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan kerjanya, anggota
keluarga dan masyarakat.
Sedangkan dalam UU No. 5 Tahun 2014 pasal 2 sudah dijelaskan
bahwa setiap ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari
segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
Dalam UU Undang- Undang Nomor 10 Tahun
2016 tentang pemilihan kepala daerah teradapat dua pasal yang mengatur tentang
netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71. Pasal 70 ayat (1) berbunyi
dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional
Indonesia. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling
lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 189.
Kemudian, Pasal 71 ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188.
Untuk itu setiap ASN
harus menjaga netralitasnya agar proses perjalanan Pemilu bisa berjalan secara
jujur dan adil. bentuk larangan itu
seperti menghadiri deklarasi/kampanye peserta Pemilu, membuat postingan di
medsos pada grup pemenangan calon, ikut dalam kegiatan kampanye atau sosialisasi
calon dan lain sebagainya.
Sebab, Ketidaknetralan ASN akan sangat merugikan
negara, pemerintah, dan masyarakat karena adanya potensi intervensi politik
dalam proses pencapaian target pembangunan.
Salah satu pergerakan ASN yang perlu di awasai
adalah di media sosial, sebab medsos cendrung membuat ASN terlibat dalam dukung
mendukung tanpa disadari. Dalam sektor ini Bawaslu harus melakukan pengawasan
dan terus memonitoring agar pelanggaran netralitas ASN dapat terpantau dan
diminiminalisir keterkaitan mereka.
Demikian pula dengan kepala Desa yang notabenenya penguasa
di suatu wilayah desa dan sebagai orang yang di hormati di desa, dengan tidak netralnya mereka akan
berpengaruh terhadap jalannya proses demokrasi di desa tersebut. Seyogyanya
seorang kepala desa harus dapat bersinergi dengan pengawas pemilu dengan
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan dan
yang tidak dapat dilakukan saat kampanye.
Tugas Media sebagai Kontrol Sosial sangat Penting
Dalam memantau dan mengawasi
ketidak netral-an ASN, Kepala Desa, Aparatur Desa, BPD, BUMN/BUMD dan semua
yang termaktub didalam UU No. 7 Tahun 2017 salah satunya adalah media.
Peran media sangat urgen dalam melakukan pengawasan
publik, kontrol sosial dan partisipasinya dalam membangun kesadaran politik.
dengan demikian akan terbangun kesadaran politik masyarakat untuk lebih peka
melihat kondisi di lapangan khususnya di masa kampanye.
Dalam hal netralitas ASN, media
harus lebih jeli dalam memonitoring dan mengawasi pelaggaran ASN sebagaimana
yang telah tertuang didalam UU No. 7 Tahun 2017. Dengan bukti cukup media harus
mampu mempublikasikannya agar masyarakat memahami bentuk-bentuk pelanggaran
yang dilakukan oknum ASN tersebut.
Disamping itu media harus
memberikan informasi yang benar kepada masyarakat agar informasi itu sampai
secara benar dan dapat mengedukasi masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan
mampu sebagai garda terdepan untuk melakukan pengawasan partisipatif.
Media sebagai pengawas
partisipatif berperan penting untuk mengontrol dan mengawasi jalannya
penyelenggaraan pemilu. artinya, bukan hanya saja mengawasi netralitas ASN juga
tak kalah pentingnya mengawasi netralitas penyelenggara pemilu itu sendiri.
Untuk itu, Bawaslu sebagai
lembaga yang legitimit dalam melakukan pengawasan harus pro aktif dalam
memonitoring segala bentuk pelanggaran. Seharusnya dengan segala kewenangannya
saat ini, Bawaslu tidak sekedar menunggu saat kampanye saja. sebelum masa
kampanye juga harus melakukan tindakan agar proses pemilu berjalan secara adil.
Bukan diam dan menunggu laporan saja.
Netralitas ASN dalam Pilkada
Serentak menurut Bawaslu
Menurut Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenti dalam konteks netralitas ASN pihaknya akan memberikan
perhatian khusus terhadap dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara
(ASN) dalam Pilkada serentak 2024. Sebab, netralitas ASN menjadi salah satu
pelanggaran terbanyak dalam pelaksanaan Pilkada tahun-tahun sebelumnya.
“Sebab, berkaca dari Pilkada sebelumnya soal netralitas ASN ini menjadi
pelanggaran ketiga terbesar dalam konteks yang sebelumnya, sehingga ini menjadi
kewaspadaan Bawaslu, dan Bawaslu memastikan bakal menindaklanjuti
setiap temuan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Nantinya, Bawaslu juga akan
meneruskan setiap temuan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN).”
tegasnya dikutip dari Kompas.com. Minggu, 22 September 2024.
Sementara menurut Ridho Akmal Nasution Komisoner
Bawaslu Labuhanbatu Selatan divisi Hukum saat di mintai tanggapannya melalui
WhatsApp mengatakan, untuk netralitas ASN dan TNI/polri agak sedikit berbeda. Dimana ASN
diminta untuk netral, namun disisi lain mereka masih punya hak pilih dalam
pilkada atau pemilu, berbeda dengan TNI/polri yang memang tidak dapat
menggunakan hak pilihnya selama masa aktif sebagai penegak hukum. Oleh
karenanya, ASN juga harus netral, namun mereka
juga berhak untuk tahu visi misi dari setiap pangangan Calon (Paslon).” ya,
pada prinsipnya mereka harus netral demi menjaga tegaknya demokrasi itu sendiri”
ujarnya.
Kesimpulannya
Setiap ASN, Kepala Desa, Aparat
Desa, BPD, TNI/POLRI dan Pejabat BUMN/BUMD sebagaimana tertuang didalam
undang-undang no 7 tahun 2017, pasal 280 ayat (2) harus netral dan tidak
mencoba-coba untuk memihak salah satu calon. Karena hal itu merupakan
pelanggaran dan dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah).
Media sebagai pengawas
partisipatif harus dapat memantau dan mengawasi siapapun yang melakukan
pelanggaran dan dengan cukup bukti dapat mempublikasikannya agar proses
pelanggarannya tidak diabaikan begitu saja.
Bawaslu dengan segala
kewenangannya harus mampu melakukan pengawasan dengan pro aktif tanpa
membedakan satu calon dengan calon lainnya dan memberikan sanksi apabila itu
menyangkut pelanggaran pemilu. Sebab Bawaslu merupakan pintu masuk atas semua
pelanggaran yang terjadi pada proses penyelenggaraan pemilu dengan melakukan
kajian-kajian terhadap pelanggaran tersebut.
TNI/polri yang memang tidak dapat
menggunakan hak pilihnya selama masa aktif sebagai penegak hukum harus
menunjukan kenetralannya. sedangkan ASN
juga harus netral, namun mereka juga berhak untuk tahu visi misi dari setiap
pangangan Calon (Paslon).
Penulis : Wan Ades Iskandar Nasution
Posting Komentar
0Komentar