Baraktime.com|Medan,
Memperingati Hari Guru Nasional yang seharusnya menjadi momentum penghormatan terhadap para pendidik, Forum Penyelamat USU justru menilai keadaan Universitas Sumatera Utara berada dalam titik paling memprihatinkan. Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Topan O. Ginting menguak fakta bahwa korupsi tidak lagi menjadi ancaman eksternal, tetapi telah merasuki lingkar inti kekuasaan kampus. Temuan KPK memperlihatkan pola yang sistematis, melibatkan jabatan publik di lingkungan USU, sehingga membentuk apa yang kami sebut sebagai sirkel kejahatan korupsi.
Kasus ini bukan insiden tunggal, melainkan gejala dari rusaknya tata kelola. Statuta USU secara tegas memandatkan prinsip good university governance: akuntabilitas, transparansi, penegakan etik, dan pencegahan konflik kepentingan. Setiap pejabat kampus—dari rektor hingga unit-unit kerja—wajib tunduk pada regulasi tersebut. Namun fakta lapangan memperlihatkan bahwa fungsi pengawasan internal lumpuh, audit internal gagal mendeteksi praktik lancung, dan perangkat etik kampus tidak bekerja sebagaimana diamanatkan.
Forum Penyelamat USU memandang bahwa dugaan keterkaitan pelaku OTT dengan struktur pimpinan menunjukan adanya pelanggaran serius terhadap UU Tipikor, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU Keuangan Negara, hingga yurisprudensi Mahkamah Agung yang menegaskan bahwa pejabat publik yang memanfaatkan posisi untuk keuntungan pribadi merupakan bagian dari tindak pidana korupsi. Karena USU adalah badan publik yang mengelola keuangan negara, setiap tindakan penyalahgunaan wewenang otomatis memiliki konsekuensi hukum dan etik yang tidak dapat dinegosiasi.
Lebih jauh, serangkaian kasus korupsi yang menyeret pihak-pihak dekat pimpinan mencerminkan governance failure yang akut. Alih-alih menjadi pusat keilmuan yang menjunjung etik akademik, USU justru berubah menjadi ruang gelap tempat jaringan rente beroperasi. Forum Penyelamat USU menilai diamnya pimpinan kampus, serta absennya langkah tegas, menunjukkan pembiaran struktural yang merusak marwah institusi.
Pada momentum Hari Guru ini, kami mengingatkan bahwa kampus berdiri karena integritas para pendidik. Ketika integritas itu dicederai oleh praktik korupsi di lingkar pimpinan, maka yang dirusak bukan hanya reputasi USU, tetapi masa depan mahasiswa dan kepercayaan publik. Sudah terlalu lama kampus dibungkam oleh narasi pencitraan, sementara realitas menunjukkan adanya pengendalian sumber daya, proyek, dan jabatan oleh segelintir orang yang beroperasi di luar prinsip hukum dan statuta.
Forum Penyelamat USU menegaskan bahwa pimpinan universitas tidak bisa lagi berdiam diri di tengah guncangan integritas yang menyeret nama rektor. Hal pertama yang harus dijelaskan secara terang adalah pernyataan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, yang—dalam laporan Tempo.co tanggal 26 Agustus 2025—menyebut Muryanto Amin berada dalam “sirkel kejahatan korupsi” dalam OTT Topan O. Ginting, terkait proyek jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot di Padang Lawas Utara. Ungkapan sekeras itu, keluar dari pejabat KPK, tidak mungkin diabaikan tanpa klarifikasi institusional. Reputasi USU sebagai universitas negeri bergantung pada kemampuan rektorat menunjukkan bahwa kampus tidak dikelola oleh mereka yang tersangkut dalam jejaring kejahatan.
FP-USU juga mendesak rektorat mengkkarifikasi pada publik terkait pernyataan Ketua KPK, Setyo Budiyanto, sebagaimana diberitakan Tempo.co pada 16 November 2025, yang menyebut Muryanto Amin diduga menjadi tenaga ahli atau konsultan Gubernur Bobby Nasution sembari tetap menjabat sebagai rektor. Dugaan rangkap jabatan ini berpotensi melanggar Statuta USU yang dengan jelas menegaskan larangan konflik kepentingan serta kewajiban penuh seorang rektor dalam penyelenggaraan tata kelola akademik. Jika benar terjadi, maka ada pelanggaran etik sekaligus pelanggaran terhadap prinsip good governance yang selama ini diklaim menjadi landasan manajemen universitas.
Selain itu, rektorat wajib memberikan klarifikasi pada publik mengenai absennya Muryanto Amin dalam dua panggilan resmi pemeriksaan KPK. Pemeriksaan pertama dijadwalkan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padangsidimpuan pada 15 Agustus 2025, dan panggilan kedua kembali tidak dihadiri, sebagaimana dilaporkan Tempo.co pada 16 November 2025. Dalam konteks lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan etika, hukum, dan integritas, tindakan menghindari pemeriksaan hukum justru merusak legitimasi moral pucuk pimpinan. Forum Penyelamat USU menegaskan bahwa tanpa jawaban tegas, USU berisiko kehilangan kepercayaan publik dan berubah dari pusat keilmuan menjadi institusi yang dikelilingi bayang-bayang krisis etik dan hukum.
Akhirnya, Hari Guru harus menjadi titik balik. Kampus tidak boleh dipimpin oleh mereka yang berada dalam bayang-bayang kasus kejahatan korupsi. USU harus kembali kepada fitrahnya: rumah ilmu, bukan rumah para penyandang rente. Bila pimpinan tidak mampu menjalankan amanah statuta dan hukum, maka jalan etis satu-satunya adalah membuka ruang perombakan menyeluruh oleh Kemendiktisaintek agar USU kembali menjadi universitas yang bermartabat, ujar Taufik.
— Demikian —
Forum Penyelamat USU,
Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap, SH


Posting Komentar
0Komentar