Baraktime.com|Medan
Forum Penyelamat Universitas Sumatera Utara (FP-USU) mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga kini belum memeriksa Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., Rektor Universitas Sumatera Utara, dalam perkara dugaan suap proyek jalan nasional wilayah I Medan. Padahal, persidangan kasus hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjerat Akhirun Piliang dan Rayhan Piliang sudah resmi dibuka di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (17/9).
Ketua FP-USU, Adv. Taufik Umar Dani Harahap,SH, menilai ada kejanggalan serius. “Dalam dakwaan jelas disebut nama-nama pejabat yang menerima aliran uang suap, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Braja Ginting sang teman dekat Muryanto Amin. Pertanyaannya, kenapa sampai hari ini Muryanto Amin yang sudah dua kali dipanggil KPK sebagai saksi belum juga diperiksa di KPK? Apakah ada kekuatan politik tertentu yang sengaja melindungi?” tegas Taufik dihadapan awak media, kamis (18/9).
Menurutnya, status Muryanto Amin sebagai saksi kunci tidak bisa disepelekan. Ia sudah masuk dalam daftar panggilan resmi KPK terkait perkara Topan Ginting cs., namun mangkir dua kali. “Mangkir dari panggilan lembaga antikorupsi adalah bentuk perlawanan terhadap hukum. Jika orang biasa sudah pasti dipanggil paksa. Kenapa kepada seorang rektor universitas negeri perlakuannya berbeda? Ini tidak adil dan merusak prinsip equality before the law,” tambahnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 112 ayat (2) KUHAP, Pasal 12 ayat (1) huruf g dan ayat (2) UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, serta UU Tipikor, setiap saksi yang telah dipanggil secara sah namun mangkir tanpa alasan yang patut dapat dikenakan pemanggilan paksa oleh penyidik KPK.
Prinsip equality before the law dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan tidak ada pengecualian bagi pejabat publik, termasuk rektor perguruan tinggi negeri. Dengan demikian, bila Prof. Muryanto Amin dua kali absen dari panggilan, maka secara hukum KPK bukan hanya berwenang, tetapi wajib melaksanakan pemanggilan paksa untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan publik.
FP-USU mendesak KPK untuk segera memeriksa Muryanto Amin sebagai saksi fakta, agar terang benderang konstruksi perkara korupsi proyek jalan nasional ini. “Publik butuh kejelasan, mahasiswa USU butuh kepastian bahwa rektornya terlibat sebagai sirkel kejahatan korupsi jalan bersama Bobby dan OTT Topan Ginting. KPK jangan biarkan ada ruang abu-abu, karena ketidakjelasan ini hanya akan memunculkan spekulasi liar bahwa ada intervensi untuk melindungi pihak tertentu,” ujar Taufik.
Ia juga menyinggung bahaya bagi marwah akademik USU jika pimpinan kampus terus dikaitkan dengan kasus kejahatan korupsi namun enggan terbuka dan mangkir pada proses hukum. “USU bukan milik pribadi, tapi aset bangsa. Jika rektor enggan diperiksa padahal namanya sudah terseret di ruang publik, ini mencoreng kredibilitas universitas.
Mahasiswa diajarkan hukum dan integritas, tetapi pemimpinnya justru memberi contoh buruk dengan mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK,” kritiknya.
FP-USU menegaskan, ketidakadilan dalam proses hukum ini bisa menjadi preseden buruk. “Kalau KPK tidak segera memanggil paksa, berarti hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kami akan terus mengawal kasus ini, termasuk menyiapkan langkah hukum untuk mendesak pemeriksaan saksi Muryanto Amin,” pungkas Taufik (red).
Posting Komentar
0Komentar