Forum Penyelamat USU : Matangkan Gugatan PTUN, Soroti Nama Muryanto Amin Dalam Pemilihan Rektor 2026–2031

Media Barak Time.com
By -
0

 



Forum Penyelamat  Sumatera Utara (FP-USU) kembali mengibarkan peringatan keras. Pemilihan rektor periode 2026–2031 dinilai sudah kehilangan arah setelah Panitia Seleksi tetap meloloskan nama Muryanto Amin. Bagi FP-USU, keputusan itu bukan sekadar kelemahan administratif, melainkan pukulan telak terhadap asas integritas dan kredibilitas akademik.


Lima alasan kuat diajukan Forum mengapa nama itu tidak pantas dipertahankan. Pertama, dugaan penyalahgunaan rumah dinas yang semestinya tunduk pada aturan negara. Fasilitas negara diperlakukan seolah milik pribadi, dan fakta ini, kata Forum, bukan hanya soal administrasi, tetapi sekaligus moralitas kepemimpinan.


Alasan kedua, ketidakpatuhan terhadap panggilan resmi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dua kali dipanggil sebagai saksi fakta dalam kasus korupsi jalan di Sumatera Utara, sang kandidat mangkir. Tindakan ini, menurut Forum, berbahaya bagi dunia akademik. Mahasiswa diajarkan patuh hukum, namun calon rektor justru memberi teladan sebaliknya.


Ketiga, catatan etik akademik berupa dugaan plagiarisme. Dewan Guru Besar USU telah menyimpulkan adanya pelanggaran kode etik, meski sanksinya kemudian dianulir oleh kementerian. Forum menekankan, pembatalan administratif tidak berarti penghapusan noda moral. Dunia akademik hanya bisa berdiri di atas integritas, bukan akrobat birokrasi.


Keempat, Panitia Seleksi dianggap abai terhadap prinsip Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Verifikasi rekam jejak kandidat terkesan serampangan, bahkan mengabaikan syarat integritas yang jelas diatur. Forum menyebut langkah ini bukan sekadar keteledoran, melainkan bentuk keberpihakan yang melanggar tata kelola akademik.


Kelima, ada dugaan politik uang pada Pemilihan Rektor USU, dimana "nilainya bisa mencapai Rp50 juta hingga Rp300 juta per satu suara untuk mendukung MA atau mendukung orang-orangnya MA dalam pemilihan nanti agar masuk tiga besar" (gosumut.com, Senin 8 September 2025), perbuatan tersebut telah melanggar etika, hukum dan keadilan.


Forum juga mengingatkan bahwa hasil kajian etik Dewan Guru Besar tetap sah secara moral akademik. Tidak ada satu pun organ internal yang menganulir kesimpulan tersebut. Putusan moral itu berdiri sendiri, meski Kementerian mengambil keputusan administratif berbeda. Di sinilah letak dilema: apakah kampus tunduk pada etika dan moral atau semata-mata pada tinta birokrasi.


Somasi dua kali telah dilayangkan kepada Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, dan Dewan Guru Besar, namun tak satupun merespons. Kebisuan organ moral kampus itu dianggap Forum sebagai bentuk pembiaran. Maka, langkah ke PTUN diposisikan bukan sebagai pilihan pertama, melainkan jalan terakhir: ultimum remidium untuk menyelamatkan marwah kampus.


Forum memperingatkan bahaya laten yang bisa merusak dunia akademik bila integritas terus dinegosiasikan. Gelar akademik terancam kehilangan makna, kampus bisa terjerumus menjadi pasar ijazah. Lebih parah, jika lingkar kejahatan korupsi dan pelanggaran etik bisa menembus pintu rektorat, maka sivitas akademika hanya akan belajar satu hal: jalan pintas lebih berharga daripada kejujuran.


Langkah hukum yang disiapkan Forum tidak dimaksudkan menghambat demokrasi internal kampus. Sebaliknya, gugatan itu adalah ikhtiar menjaga USU dari krisis moral yang kian akut. Pemimpin kampus, kata Forum, semestinya bersih, jujur, dan berintegritas. Bukan figur dengan tumpukan persoalan etik, hukum, dan integritas.


Dengan matangnya rencana gugatan PTUN, FP-USU dari Sekretariat Jalan Sutomo No.6 Medan mengirim pesan tegas: integritas akademik tidak untuk dinegosiasikan. Pemilihan rektor bukan sekadar kontestasi politik kampus, melainkan taruhan masa depan dunia pendidikan tinggi. Bila USU gagal menjaga marwahnya, kepercayaan publik pada universitas negeri pun bisa runtuh, dan saat itu, akademik hanya akan tinggal nama, ujar Taufik.

Sumber : Adv. Taufk Umar Dani Harahap

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)