Baraktime.com|Jakarta
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut
melaporkan kasus perkebunan PT. Torganda seluas 47.000 hektare (ha) yang berada
di dalam kawasan hutan. Kawasan hutan ini biasa disebut Register 40, yang
berada di Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatra Utara.
Direktur Walhi Sumut, Rianda Purba mengatakan perkebunan ini mengakibatkan kerusakan hutan seluas 47.000 ha, dan menggusur paksa masyarakat sekitar.
“Negara telah membiarkan pelanggaran hukum
ini terjadi, berbagai modus dan praktek penguasaaan hutan secara sepihak oleh
Perusahaan tampak nyata dan gamblang telah merugikan negara dan masyarakat,
serta ekosistem, melalui ini Walhi menyatakan agar Kejaksaan Agung Republik
Indonesia untuk mengusut tuntas segala bentuk pelanggaran dan indikasi korupsi
di sektor SDA. Salah satunya perkebunan sawit PT. Torganda yang berada dalam
kawasan hutan,” tegas Rianda.
“Sebagai contoh dampak dari perkebunan PT
Torganda, Gabungan Kelompok Perjuangan Tani Sejahtera (Gakoptas) yang terdiri
dari lebih kurang 3.500 kepala Keluarga, mereka harus diusir dari wilayah
kelolanya. Sudah 20 tahun lebih dan puluhan kali Gakoptas mendapat harapan
palsu Pemerintah. Hingga saat ini, telah banyak surat Kementerian Kehutanan,
DPR RI, hingga proses hukum yang jelas menyatakan PT Torganda menguasai hutan
secara ilegal.
Selain itu, berbagai upaya perjuangan oleh
Gakoptas terhadap tanahnya yang dirampas dan akses atas pengelolaannya selama
puluhan tahun dari Pemerintah daerah – pusat belum menemukan solusi. Dan hingga
hari ini, Gakoptas masih menagih janji dan komitmen negara terhadap pemenuhan
hak-hak masyarakat yang dirampas,” jelasnya.
Selain melaporkan korporasi dan pihak
pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi,
Walhi juga menyampaikan catatan kritisnya terhadap Satgas Penertiban Kawasan
Hutan yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 dengan
Jampidsus Kejaksaan Agung menjadi ketua pelaksana Satgas tersebut.
Satgas harus menindak korporasi skala
besar yang selama ini telah menikmati keuntungan besar, menimbulkan kerugian
lingkungan dan perekonomian negara dari aktivitas ilegal dan koruptif yang
mereka lakukan di kawasan hutan. Satgas tidak boleh melakukan penertiban kepada
rakyat kecil yang selama ini telah menjadi korban dari klaim sepihak negara
atas kawasan hutan dan korban dari buruknya tata kelola perizinan di sektor
kehutanan.
Walhi berharap Kejaksaan Agung memproses
laporan yang telah disampaikan dan Walhi juga terbuka untuk bekerja bersama
Kejaksaan Agung baik di nasional maupun daerah-daerah untuk menindaklanjuti
kasus-kasus korupsi SDA tersebut.(rel-MI)
Posting Komentar
0Komentar