PELINDUNGAN PATEN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PENCAPAIAN VISI INDONESIA EMAS 2045 (VI)

Media Barak Time.com
By -
0




Oleh: OK.Saidin

Guru  Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

 

b. Hindari Penjajahan Model Baru.

Pihak asing sejak dahulu memahami keberadaan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Sehingga keinginan mereka untuk “menguasai”  Indonesia tak pernah berhenti dari zaman ke zaman.  Sejak zaman Kolonial Belanda (bahkan sebelum kehadiran Belanda, Spanyol, Portugis, Inggeris dan Prancis di sebagaian wilayah Indonesia) hingga hari ini berbagai cara dilakukan Asing untuk memanfaatkan setiap jengkal potensi sumber daya alam Indonesia, yang hasilnya di bawa pulang ke negerinya untuk kesejahteraan negaranya.

Hanya saja modusnya setiap zaman mengalami perubahan. Potensi pertanian atau perkebunan, potensi kelautan dan kekayaan mineral seperti emas, baja, batu bara, timah dan sumber daya energi mineral-mineral termasuk hasil hutan dan sumber lainnya menjadi incaran negara-negara luar. Tidak itu saja, sumber-sumber yang bersifat immateril pun menjadi incaran mereka seperti, eskspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional.  Mereka juga mengembangkan invensinya melalui pemanfaatan kekayaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang  dimiliki Indonesia. Khususnya dalam bidang industri farmasi yang bahan baku produksinya cukup banyak tersedia di alam Indonesia dan tak kalah dengan India, China dan Brazil.

 Untuk itu Indonesia perlu regulasi yang dapat melindungi kepentingan nasional tersebut. Melindungi Indonesia dari model penjajahan baru pasca cenkeraman neo-inprealisme pasca awal abad ke-19 atau awal abad ke-20.  Saat ini banyak negara terjajah tidak dengan perluasan wilayah akan tetapi melalui perluasan pengaruh. Model penjajahannyapun tidak menggunaan alat-alat perang, akan tetapi melalui instrument politik, hukum dan ekonomi. Salah satunya adalah melalui kehadiran HKI sebagai instrumen politik globel (Christoper  May:2010).

Krugman dan Obstfeld dengan tegas mengatakan, bahwa kebijakan ekonomi  Internasional yang dilancarkan, tidak lebih dari sebuah dominasi politik kepentingan, akan tetapi dicari alasan-alasan yang masuk akal. Politik ekonomi Internasional yang dituangkan dalam berbagai kesepakatan Internasional seperti GATT/WTO adalah sebuah perebutan hegemoni kekuasaan yang berujung pada imperialisme.  Banyak teori yang berkisah tentang itu seperti teori liberal  dan teori “iblis” tentang imperialisme ( Paul R. Krugman and Maurice Obstfeld: 2003). UU Paten Pada Tataran Enactment Policy

Pada tataran penerapan (enactment policy) peraturan perundang-undangan Paten terdapat banyak kendala antara lain kurangnya pemahaman masyarakat tentang paten di samping itu juga karena proses pendaftaran  paten yang rumit dan panjang.  Keterbatasan sumber daya di  Kantor Paten Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) juga menyebabkan pendaftaran paten mengalami perlambatan.

. Hal ini terbukti dengan minimnya pertumbuhan teknologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2016 pendaftaran paten Indonesia sebanyak 10366, sedangkan pendaftaran paten Jepang sebanyak 23610. Kemudian pada tahun 2017 pendaftaran paten di Indonesia sebanyak 10876, tahun berikutnya dari tahun 2020 hingga 2023 pendaftaran paten meningkat signifikan (10.858, 12.474, 14.047, dan 15.030), namun pada tahun 2024 terjadi penurunan menjadi 8.088 (Agung Sujatmiko: 2025).

Di samping itu guna  pencapaian visi Indonesia Emas  pendaftaran paten asing harus mampu membuat bangs aini menjadi mandiri dan berdaulat. Oleh karena itu alih terknologi melalui pendaftaran pataen asing mutlak diperlukan. Namun  demikian pada praktiknya Indonesia  belum mampu sepenuhnya menghasilkan transfer teknologi sebsagaimana yang diharapkan. Paten asing yang terdaftar di Indonesia lebih dari pada upaya untuk melindungi pemiliknya dari pelanggaran yang mungkin terjadi di dalam negeri Indonesia,  jika tidak didaftar. Selebihnya pihak asing hanya ingin “berdagang” terhadap  produk-produk yang dihasilkan dari patennya baik itu melalui lisensi atau Kerjasama Keagenan, namun produknya dibuat dan dikerjakan  di luar negeri.

Indonesia bukan tidak menghasilkan inovasi yang berpeluang untuk diberi paten. Riset-riset perguruan tinggi yang menghasil paten dan paten sederhana cukup  banyak. Sebagai contoh, pada bulan Juli 2024, Universitas Sriwijaya menerimam 30 Sertifikat paten yang diserahkan  Ditjend Kekayaan Intelekrual Kementerian Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual-RI., DJKI (2024). Persoalannya kemudian adalah apakah paten itu dilaksanakan oleh invenstornya? Atau sudah dikerjaka samakan dengan dunia industri untuk menghasilkan berbagai produk? Di sinilah diperlukan kehadoiran negara untuk mendorong dunia usaha untuk dapat memanfaatkan paten yang dihasilkan oleh berbagai Perguruan Tinggi.

Menarik invensi yang menghasilkan paten atas riset yang dilakukan oleh Muhammad Nur , seorang Guru Besar dari Universitas Diponegoro  (2025) yang dikenal keahliannya dalam fisika plasma. Ia telah menemukan berbagai inovasi yang menggunakan teknoloigi plasma, seperti alat penjernih udara Zetagreen dan Generator Gelembung Ozon Nano dan Mikro  (GenGoNaM. Invensinya mencakup penerapan teknonologi plasma untuk menghasilkan ozon konsebtrasi tinggi dan salah satu aplikasinya dapat mengawetkan cabai selama 6 bulan, seolah-olah cabai tersebuit baru dipetik pagi harinya.  Namun upaya beliau  untuk mengangkat ekonomi petani cabai di Desa Lubuk Cuwik, Kabupaten Batu bara “kandas” di tangan para birokrat setempat yang tidak memberikan dukungan penuh.

Inilah hasil wawancara dengan salah seorang pengelola pabrik hasil dari invmsi Prof.Muhammad Nur Guru Besar Undip),  “Proyek Rumah Pengolahan Bersama (RPB) Pasta Cabai yang semula digadang-gadang menjadi solusi hilirisasi pertanian di Kabupaten Batubara. Akan tetapi baru hanya tiga bulan beroperasi, Pemerintah Kabupaten Batubara secara mendadak memberhentikan Koperasi Pertanian Berkah Abadi Jaya sebagai pengelola.

Kendala birokrasi yang diwarnai dengan nuansa konflik pemilukada memasuki ruang profesionalisme yang telah dirancang sejak awal untuk mengangkat perekonomian para petani cabai. Keputusan penghentian  operasi pabrik melalui Surat Keputusan Pejabat Bupati Batubara pada 17 Februari 2025 mengejutkan Sang Professor Fisika ini, mengingat Koperasi baru saja menerima serah terima pengelolaan resmi pada 25 Oktober 2024. 

Akhirnya Koperasi Berkah Abadi Jaya secara resmi meninggalkan fasilitas RPB Pasta Cabai pada 14 April 2025. Seluruh barang inventaris milik koperasi, termasuk produk-produk pasta cabai yang telah berhasil diproduksi, turut dikeluarkan dari lokasi. Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar di kalangan pelaku usaha dan pemerhati kebijakan publik: apakah Pemerintah Kabupaten Batubara memang serius menjalankan agenda hilirisasi pertanian, ataukah proyek ini hanya dijadikan simbol politik tanpa komitmen implementasi yang kuat memanfaatkan hasil invenmi yang diberi Paten?

Di tengah upaya nasional untuk memperkuat hilirisasi produk hortikultura, ketidakkonsistenan dan lemahnya tata kelola di daerah justru dapat menjadi preseden buruk. Ini menjadi pembelajaran bersama betapa rendahnya apresiasi para penyelenggarabn negara terhadap paten yang dihasilkan oleh para ilmuwan anak bangsa sendiri,  Pabrik Pasta Cabai Batubara akan  menjadi monumen kegagalan pembangunan daerah.  Betapa intervensi politik  kepentingan dan minimnya  arah kebijakan berbasis kepentingan rakyat menjadikan invensi anak bangsa ditempatkan pada  ruang yang tidak bernilai.  Bukan hanya kerugian investasi, tetapi juga kegagalan dalam membangun sistem nilai tambah bagi petani cabai Batubara yang telah lama berharap akan adanya reformasi rantai pasok.(bersambung...)

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)