Oleh:
OK.Saidin
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
b. Hindari Penjajahan Model Baru.
Pihak
asing sejak dahulu memahami keberadaan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
Sehingga keinginan mereka untuk “menguasai”
Indonesia tak pernah berhenti dari zaman ke zaman. Sejak zaman Kolonial Belanda (bahkan sebelum
kehadiran Belanda, Spanyol, Portugis, Inggeris dan Prancis di sebagaian wilayah
Indonesia) hingga hari ini berbagai cara dilakukan Asing untuk memanfaatkan setiap jengkal potensi sumber
daya alam Indonesia, yang hasilnya di bawa pulang ke negerinya untuk
kesejahteraan negaranya.
Hanya
saja modusnya setiap zaman mengalami perubahan. Potensi pertanian atau
perkebunan, potensi kelautan dan kekayaan mineral seperti emas, baja, batu bara, timah dan
sumber daya energi mineral-mineral termasuk hasil hutan dan sumber lainnya
menjadi incaran negara-negara luar. Tidak itu saja, sumber-sumber yang bersifat
immateril pun menjadi incaran mereka seperti, eskspresi budaya tradisional dan
pengetahuan tradisional. Mereka juga
mengembangkan invensinya melalui pemanfaatan kekayaan sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional yang dimiliki
Indonesia. Khususnya dalam bidang industri farmasi yang bahan baku produksinya
cukup banyak tersedia di alam Indonesia dan tak kalah dengan India, China dan
Brazil.
Untuk itu Indonesia perlu regulasi yang dapat
melindungi kepentingan nasional tersebut. Melindungi Indonesia dari model penjajahan baru
pasca cenkeraman neo-inprealisme pasca awal abad ke-19 atau awal abad
ke-20. Saat ini banyak negara terjajah
tidak dengan perluasan wilayah akan tetapi melalui perluasan pengaruh. Model
penjajahannyapun tidak menggunaan alat-alat perang, akan tetapi melalui
instrument politik, hukum dan ekonomi. Salah satunya adalah melalui kehadiran
HKI sebagai instrumen politik globel (Christoper
May:2010).
Krugman dan Obstfeld dengan
tegas mengatakan, bahwa kebijakan ekonomi Internasional
yang dilancarkan, tidak lebih dari sebuah dominasi politik kepentingan, akan
tetapi dicari alasan-alasan yang masuk akal. Politik ekonomi Internasional yang
dituangkan dalam berbagai kesepakatan Internasional seperti GATT/WTO adalah
sebuah perebutan hegemoni kekuasaan yang berujung pada imperialisme. Banyak teori
yang berkisah tentang itu seperti teori liberal
dan teori “iblis” tentang imperialisme ( Paul R.
Krugman and Maurice Obstfeld: 2003). UU Paten Pada
Tataran Enactment Policy
Pada tataran
penerapan (enactment policy) peraturan perundang-undangan Paten terdapat
banyak kendala antara lain kurangnya pemahaman masyarakat tentang paten di
samping itu juga karena proses pendaftaran
paten yang rumit dan panjang.
Keterbatasan sumber daya di
Kantor Paten Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) juga
menyebabkan pendaftaran paten mengalami perlambatan.
. Hal ini terbukti dengan minimnya
pertumbuhan teknologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2016
pendaftaran paten Indonesia sebanyak 10366, sedangkan pendaftaran paten Jepang
sebanyak 23610. Kemudian pada tahun 2017 pendaftaran paten di Indonesia
sebanyak 10876, tahun berikutnya dari tahun 2020 hingga 2023 pendaftaran paten
meningkat signifikan (10.858, 12.474, 14.047, dan 15.030), namun pada tahun
2024 terjadi penurunan menjadi 8.088 (Agung Sujatmiko: 2025).
Di samping itu guna pencapaian visi Indonesia Emas pendaftaran paten asing harus mampu membuat
bangs aini menjadi mandiri dan berdaulat. Oleh karena itu alih terknologi
melalui pendaftaran pataen asing mutlak diperlukan. Namun demikian pada praktiknya Indonesia belum mampu sepenuhnya menghasilkan transfer
teknologi sebsagaimana yang diharapkan. Paten asing yang terdaftar di Indonesia
lebih dari pada upaya untuk melindungi pemiliknya dari pelanggaran yang mungkin
terjadi di dalam negeri Indonesia, jika
tidak didaftar. Selebihnya pihak asing hanya ingin “berdagang” terhadap produk-produk yang dihasilkan dari patennya
baik itu melalui lisensi atau Kerjasama Keagenan, namun produknya dibuat dan
dikerjakan di luar negeri.
Indonesia bukan tidak menghasilkan inovasi
yang berpeluang untuk diberi paten. Riset-riset perguruan tinggi yang menghasil
paten dan paten sederhana cukup banyak.
Sebagai contoh, pada bulan Juli 2024, Universitas Sriwijaya menerimam 30
Sertifikat paten yang diserahkan Ditjend
Kekayaan Intelekrual Kementerian
Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual-RI., DJKI (2024). Persoalannya kemudian adalah
apakah paten itu dilaksanakan oleh invenstornya? Atau sudah dikerjaka samakan
dengan dunia industri untuk menghasilkan berbagai produk? Di sinilah diperlukan
kehadoiran negara untuk mendorong dunia usaha untuk dapat memanfaatkan paten
yang dihasilkan oleh berbagai Perguruan Tinggi.
Menarik invensi yang menghasilkan paten
atas riset yang dilakukan oleh Muhammad Nur , seorang Guru Besar dari
Universitas Diponegoro (2025) yang
dikenal keahliannya dalam fisika plasma. Ia telah menemukan berbagai inovasi
yang menggunakan teknoloigi plasma, seperti alat penjernih udara Zetagreen dan
Generator Gelembung Ozon Nano dan Mikro
(GenGoNaM. Invensinya mencakup penerapan teknonologi plasma untuk
menghasilkan ozon konsebtrasi tinggi dan salah satu aplikasinya dapat mengawetkan
cabai selama 6 bulan, seolah-olah cabai tersebuit baru dipetik pagi
harinya. Namun upaya beliau untuk mengangkat ekonomi petani cabai di Desa
Lubuk Cuwik, Kabupaten Batu bara “kandas” di tangan para birokrat setempat yang
tidak memberikan dukungan penuh.
Inilah hasil wawancara dengan salah
seorang pengelola pabrik hasil dari invmsi Prof.Muhammad Nur Guru Besar Undip),
“Proyek Rumah Pengolahan Bersama (RPB)
Pasta Cabai yang semula digadang-gadang menjadi solusi hilirisasi pertanian di
Kabupaten Batubara. Akan tetapi baru hanya tiga bulan beroperasi, Pemerintah
Kabupaten Batubara secara mendadak memberhentikan Koperasi Pertanian Berkah
Abadi Jaya sebagai pengelola.
Kendala birokrasi yang diwarnai dengan
nuansa konflik pemilukada memasuki ruang profesionalisme yang telah dirancang
sejak awal untuk mengangkat perekonomian para petani cabai. Keputusan
penghentian operasi pabrik melalui Surat
Keputusan Pejabat Bupati Batubara pada 17 Februari 2025 mengejutkan Sang
Professor Fisika ini, mengingat Koperasi baru saja menerima serah terima pengelolaan
resmi pada 25 Oktober 2024.
Akhirnya Koperasi Berkah Abadi Jaya secara
resmi meninggalkan fasilitas RPB Pasta Cabai pada 14 April 2025. Seluruh barang
inventaris milik koperasi, termasuk produk-produk pasta cabai yang telah
berhasil diproduksi, turut dikeluarkan dari lokasi. Kondisi ini memunculkan
tanda tanya besar di kalangan pelaku usaha dan pemerhati kebijakan publik:
apakah Pemerintah Kabupaten Batubara memang serius menjalankan agenda
hilirisasi pertanian, ataukah proyek ini hanya dijadikan simbol politik tanpa
komitmen implementasi yang kuat memanfaatkan hasil invenmi yang diberi Paten?
Di tengah upaya nasional untuk memperkuat
hilirisasi produk hortikultura, ketidakkonsistenan dan lemahnya tata kelola di
daerah justru dapat menjadi preseden buruk. Ini menjadi pembelajaran bersama
betapa rendahnya apresiasi para penyelenggarabn negara terhadap paten yang
dihasilkan oleh para ilmuwan anak bangsa sendiri, Pabrik Pasta Cabai Batubara akan menjadi monumen kegagalan pembangunan
daerah. Betapa intervensi politik kepentingan dan minimnya arah kebijakan berbasis
kepentingan rakyat menjadikan invensi anak bangsa ditempatkan pada ruang yang tidak bernilai. Bukan hanya kerugian investasi, tetapi juga
kegagalan dalam membangun sistem nilai tambah bagi petani cabai Batubara yang
telah lama berharap akan adanya reformasi rantai pasok.(bersambung...)


Posting Komentar
0Komentar