PELINDUNGAN PATEN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PENCAPAIAN VISI INDONESIA EMAS 2045 (IV)

Media Barak Time.com
By -
0

 



Oleh: OK.Saidin

Guru  Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

V. Perubahan UU Paten.

Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 26 Agustus Tahun 2016 dan dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 176, mencoba untuk untuk memasukkan kalusule atau norma  yang menentukan bahwa  pengaturan mengenai penyebutan secara jelas dan jujur bahan yang digunakan dalam Invensi  (oleh inventor Asing), jika  invensi itu berkaitan dan/atau berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional yang  disebut dalam deskripsi berasal dari dalam negeri Indonesia. 

Ketentuan ini merupakan hal baru, jika dibandingkan dengan undang-undang tentang Paten sebelumnya. Walaupun India sudah lama menerapkan hal itu, sejak ratifikasi TRIPs Agreement Tahun 1994.  Ketentuan semacam ini sebelumnya, tidak ditemukan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, yakni undang-undang Paten yang digantikan oleh UU No. 13 Tahun 2016.

Pemberian lisensi-wajib (Compulsory Licensing) atas permintaan Negara berkembang (developing country) atau negara belum berkembang (least developed country) yang membutuhkan produk farmasi yang diberi paten di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi, dengan syarat produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk diekspor ke negara tersebut. Sebaliknya pemberian lisensi-wajib untuk mengimpor pengadaan produk farmasi yang diberi paten di Indonesia namun produk tersebut  belum memungkinkan untuk  diproduksi di Indonesia di sisi lain produk itu sangat diperlukan  untuk pengobatan penyakit yang sifatnya endemi (Penjelasan UU No.13 Tahun 2016). Ini adalah ketentuan-ketentuan terbaru sekaligus merupakan “roh” dari undang-undang Paten yang hendak diwujudkan Indonesia ke depan.

Sekalipun harapan dan keinginan  yang hendak dicapai itu tidaklah serta merta dapat terwujud tanpa kerja keras  dan keseriusan anak bangsa. Faktor-faktor non-hukum yang terus memainkan pengaruhnya dalam proses penegakan hukum, agaknya tetap menjadi faktor penghambat utama. Kerap kali kepentingan nasional selalu dikalahkan oleh kepentingan pribadi dan kepentinghan para pengusaha lokal maupun yang bermitra dengan pengusaha asing selalu dominan dalam penegakan hukum paten. Masalah yang terkait dengan invensi baru dalam dunia farmasi kerap kali dikuasasi oleh “mafia” dalam bidang industri obat-obatan (industri farmasi).

Praktik ini tidak saja  terjadi  di dalam negeri Indonesia, tetapi menjadi praktik bisnis farmasi di seluruh dunia. Di sinilah perlu dituntut inovasi dan invensi dari kalangan anak negeri yang bertumpu pada potensi sumber daya alam dalam negeri dan memanfaatkan sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya alam anak negeri Indonesia adalah merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kebijakan  dalam  bidang pendidikan dan penelitian adalah jalan utama yang harus disiapkan oleh pemerintah. Inilah “infrastruktur sosial” yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan Indonesia hari ini di samping infrastruktur fisik  yang  berjalan secara simultan yang telah dan sedang dipersiapkan dan dirintis oleh pemerintah.

Beban pinjaman untuk infrastruktur fisik, jika tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur sosial, yakni mempersiapkan SDM anak negeri yang memiliki talenta inovasi dan invensi yang dapat menguatkan kemandirian ekonomi Indonesia, jika tidak benar-benar diperhatikan hutang-hutang itu akan menjadi beban dan infrastruktur fisik itu akan terbengkalai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia. Namun sebaliknya jika infra struktur sosial berjalan secara simetris dan simultan, maka hutang-hutang dan biaya pembangunan itu akan dapat dengan mudah dibayar tentu saja melalui pendapatan pada sektor pajak, terutama  yang disumbangkan dari dunia bisnis yang bersumber pada invensi dan inovasi yang dilakukan oleh anak negeri. Kuncinya adalah kemandirian ekonomi. Lepas dari ketergantungan pihak asing yang berlebihan. Di sinilah undang-undang paten memainkan peranan dan mengambil porsinya dan karena itu undang-undang ini   perlu ditegakkan.

Menyikapi hal itu, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,  Indonesia telah mengubah Undang-undang No.13 Tahun 2016 sebanyak tiga kali perubahan, yaitu pertama diubah melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Momor 6573. Perubahan berikutnya melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang, yang dimuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856.

Perubahan ketiga dilakukan melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang dimuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 25, Tanggal 28 Oktober 2024 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7002.

Sebelumnya, dalam konsiderans Undang-undang Paten No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, disebutkan sebagai dasar pertimbangan filosofis lahirnya undang-undang ini antara lain adalah; bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Memajukan kesejahteraan umum adalah merupakan salah satu dari tujuan Negara yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai dasar filosofis berikutnya adalah, Negara perlu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, antara lain, para inventor.

Oleh karena itu perkembangan teknologi dalam berbagai bidang yang telah sedemikian pesat sehingga diperlukan peningkatan pelindungan bagi inventor dan pemegang paten. Peningkatan pelindungan paten itu sangat penting bagi inventor dan pemegang karena dapat memotivasi inventor untuk meningkatkan hasil karya, baik secara kuantitas maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta menciptakan iklim usaha yang sehat. Itulah yang menjadi alasan pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional sehingga undang-undang tersebut perlu diganti. Atas dasar pertimbangan itu lahirlah Undang-undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten.

Akan tetapi selama kurun waktu 8 tahun berlakunya No.13 Tahun 2016 tentang Paten, undang-undang ini sudah tiga kali mengalami perubahan, terahir melalui Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang dimuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 25, Tanggal 28 Oktober 2024 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7002.

Beberapa alasan perubahan itu seperti yang dapat dibaca pada penjelasan umum undang-undang tersebut. Bhwa paten sebagai salah satu kekayaan intelektual dalam bidang industri, memiliki peran penting untuk kesejahteraan masyarakat. Pelindungan dan pemajuan terhadap Paten dalam suatu negara akan berdampak signifikan dalam bidang, industri, ilmu pengetahuan, kreatifitas penemuan, teknologi, dan kesehatan. Oleh karena itu, politik hukum pembentukan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten perlu diarahkan untuk merespons kebutuhan masyarakat dan perekonomian global secara adaptif dan responsif melalui kebijakan yang dapat menopang inovasi serta memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, Indonesia perlu melakukan penataan sistem hukum di bidang Paten dengan merespons kebutuhan kebijakan pelayanan di bidang Paten yang memudahkan bagi masyarakat secara cepat, efektif, dan elisien.

Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagai payung hukum pelaksanaan Paten di Indonesia sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum. Karenan itu undang-undang ini diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang dimuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 25, Tanggal 28 Oktober 2024 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7002.

Selain alasan itu ada alasan lain perubahan undang-undang tersebut. Indonesia sebagai negara anggota World Intellectual Proprty (WIPO) dan World Trade Organization (WTO) perlu undang-undang  yang memiliki standar pengaturan yang selaras dengan persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agrcement on Tlade Related Aspects of Intelledual Property Rights)/Persetujuan TRIPs. Selain beberapa aspek di atas, beberapa aspek lain yang memerlukan  pengaturan lebih lanut setelah lahirnya UU No,65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yaitu terkait isu inovasi, antara lain:

a.       perlu adanya penyesuaian pengaturan paaten sehubungan dengan pengaturan paten sederhana;

b.      perlu adanya yang sesuai dengan kebutuhan lokal, khususnya terhadap Invensi yang merupakan pengembangan dari produk/ proses yang ada sebelumnya, yang seharusnya inovasi tersebut memperhatikan kemampuan lokal karena Indonesia merupakan negara dengan Sumber Daya Genetik yang sangat kaya untuk dapat dikembangkan, dan kebijakan Paten tidak boleh menghambat inovasi yang ada; dan

c.       kebijakan yang terkait dengan tujuan untuk memberikan kemudahan berinvestasi, yang salah satunya menyatakan bahwa mengimpor juga merupakan bentuk pelaksanaan Paten di Indonesia.

Bersambung..............

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)