Oleh: OK.Saidin
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
V. Perubahan UU Paten.
Undang-Undang
No.13 Tahun 2016 tentang Paten yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 26
Agustus Tahun 2016 dan dimuat dalam
Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 176, mencoba untuk untuk memasukkan
kalusule atau norma yang menentukan
bahwa pengaturan mengenai penyebutan
secara jelas dan jujur bahan yang digunakan dalam Invensi (oleh inventor Asing), jika invensi itu berkaitan dan/atau berasal dari
sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional yang disebut dalam deskripsi berasal dari dalam negeri
Indonesia.
Ketentuan
ini merupakan hal baru,
jika dibandingkan dengan undang-undang tentang Paten sebelumnya. Walaupun India
sudah lama menerapkan hal itu, sejak ratifikasi TRIPs Agreement Tahun 1994.
Ketentuan semacam ini sebelumnya, tidak ditemukan dalam Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, yakni undang-undang Paten yang digantikan
oleh UU No. 13 Tahun 2016.
Pemberian
lisensi-wajib (Compulsory Licensing)
atas permintaan Negara berkembang (developing
country) atau negara belum berkembang (least
developed country) yang membutuhkan produk farmasi yang diberi paten di
Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi, dengan
syarat produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk
diekspor ke negara tersebut. Sebaliknya pemberian lisensi-wajib untuk mengimpor
pengadaan produk farmasi yang diberi paten di Indonesia namun produk
tersebut belum memungkinkan untuk diproduksi di Indonesia di sisi lain produk
itu sangat diperlukan untuk pengobatan
penyakit yang sifatnya endemi (Penjelasan UU No.13 Tahun 2016). Ini adalah
ketentuan-ketentuan terbaru sekaligus merupakan “roh” dari undang-undang Paten
yang hendak diwujudkan Indonesia ke depan.
Sekalipun
harapan dan keinginan yang hendak
dicapai itu tidaklah serta merta dapat terwujud tanpa kerja keras dan keseriusan anak bangsa. Faktor-faktor
non-hukum yang terus memainkan pengaruhnya dalam proses penegakan hukum,
agaknya tetap menjadi faktor penghambat utama. Kerap kali kepentingan nasional
selalu dikalahkan oleh kepentingan pribadi dan kepentinghan para pengusaha
lokal maupun yang bermitra dengan pengusaha asing selalu dominan dalam
penegakan hukum paten. Masalah yang terkait dengan invensi baru dalam dunia
farmasi kerap kali dikuasasi oleh “mafia” dalam bidang industri obat-obatan
(industri farmasi).
Praktik ini tidak saja terjadi
di dalam negeri Indonesia, tetapi menjadi praktik bisnis farmasi di
seluruh dunia. Di sinilah perlu dituntut inovasi dan invensi dari kalangan anak
negeri yang bertumpu pada potensi sumber daya alam dalam negeri dan
memanfaatkan sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu peningkatan
kualitas sumber daya alam anak negeri Indonesia adalah merupakan sesuatu yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kebijakan
dalam bidang pendidikan dan
penelitian adalah jalan utama yang harus disiapkan oleh pemerintah. Inilah
“infrastruktur sosial” yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan
Indonesia hari ini di samping infrastruktur fisik
yang berjalan secara simultan
yang telah dan sedang dipersiapkan dan dirintis oleh pemerintah.
Beban
pinjaman untuk infrastruktur fisik, jika tidak diimbangi dengan kesiapan
infrastruktur sosial, yakni
mempersiapkan SDM anak negeri yang memiliki talenta inovasi dan invensi yang
dapat menguatkan kemandirian ekonomi Indonesia, jika tidak benar-benar
diperhatikan hutang-hutang itu akan menjadi beban dan infrastruktur fisik itu
akan terbengkalai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia. Namun
sebaliknya jika infra struktur sosial berjalan secara simetris dan simultan,
maka hutang-hutang dan biaya pembangunan itu akan dapat dengan mudah dibayar tentu saja melalui pendapatan
pada sektor pajak, terutama yang
disumbangkan dari dunia bisnis yang bersumber pada invensi dan inovasi yang
dilakukan oleh anak negeri. Kuncinya adalah kemandirian ekonomi. Lepas dari
ketergantungan pihak asing yang berlebihan. Di sinilah undang-undang paten
memainkan peranan dan mengambil porsinya dan karena itu undang-undang ini perlu ditegakkan.
Menyikapi hal itu, dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia
telah mengubah Undang-undang No.13 Tahun 2016 sebanyak tiga kali perubahan,
yaitu pertama diubah melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245
dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Momor 6573. Perubahan
berikutnya melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang, yang dimuat dalam lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41 dan tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6856.
Perubahan ketiga dilakukan melalui Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang dimuat dalam lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 25, Tanggal 28 Oktober 2024 dan
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7002.
Sebelumnya, dalam
konsiderans Undang-undang Paten No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, disebutkan
sebagai dasar pertimbangan filosofis lahirnya undang-undang ini antara lain
adalah; bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara
kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi yang mempunyai
peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan
kesejahteraan umum. Memajukan kesejahteraan umum adalah merupakan salah satu
dari tujuan Negara yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai dasar filosofis berikutnya adalah,
Negara perlu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, antara lain, para
inventor.
Oleh karena itu
perkembangan teknologi dalam berbagai bidang yang telah sedemikian pesat
sehingga diperlukan peningkatan pelindungan bagi inventor dan pemegang paten.
Peningkatan pelindungan paten itu sangat penting bagi inventor dan pemegang
karena dapat memotivasi inventor untuk meningkatkan hasil karya, baik secara
kuantitas maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta
menciptakan iklim usaha yang sehat. Itulah yang menjadi alasan pemerintah
mengganti Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, karena dianggap
sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional
sehingga undang-undang tersebut perlu diganti. Atas dasar pertimbangan itu
lahirlah Undang-undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten.
Akan tetapi selama
kurun waktu 8 tahun berlakunya No.13 Tahun 2016 tentang Paten, undang-undang
ini sudah tiga kali mengalami perubahan, terahir melalui Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang dimuat dalam lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2024 Nomor 25, Tanggal 28 Oktober 2024 dan tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 7002.
Beberapa alasan
perubahan itu seperti yang dapat dibaca pada penjelasan umum undang-undang
tersebut. Bhwa paten sebagai
salah satu kekayaan intelektual dalam bidang industri, memiliki peran penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Pelindungan dan pemajuan terhadap Paten dalam suatu negara akan
berdampak signifikan dalam bidang, industri, ilmu pengetahuan, kreatifitas penemuan, teknologi,
dan kesehatan. Oleh karena itu, politik hukum pembentukan Undang-Undang tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten perlu diarahkan
untuk merespons kebutuhan masyarakat dan perekonomian global secara adaptif dan
responsif melalui kebijakan yang dapat menopang inovasi serta memberikan
manfaat bagi bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, Indonesia perlu melakukan
penataan sistem
hukum di bidang Paten dengan merespons kebutuhan kebijakan pelayanan di
bidang Paten yang memudahkan bagi masyarakat secara cepat, efektif, dan
elisien.
Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016
tentang Paten diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2020
tentang Cipta Kerja yang telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2016 tentang Paten yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagai payung hukum
pelaksanaan Paten di Indonesia sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan
hukum. Karenan itu undang-undang ini diubah dengan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang dimuat dalam lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 25, Tanggal 28 Oktober 2024 dan
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7002.
Selain alasan itu
ada alasan lain perubahan undang-undang tersebut. Indonesia sebagai negara
anggota World Intellectual Proprty (WIPO) dan World Trade
Organization (WTO)
perlu
undang-undang yang memiliki
standar pengaturan
yang selaras dengan persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual (Agrcement on Tlade Related Aspects of Intelledual Property
Rights)/Persetujuan TRIPs. Selain beberapa aspek di atas, beberapa aspek
lain yang memerlukan pengaturan lebih lanut setelah
lahirnya UU No,65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yaitu terkait isu inovasi, antara lain:
a. perlu
adanya penyesuaian pengaturan paaten sehubungan dengan pengaturan
paten sederhana;
b. perlu
adanya yang sesuai dengan kebutuhan
lokal, khususnya terhadap Invensi yang merupakan pengembangan dari produk/
proses yang ada
sebelumnya, yang
seharusnya inovasi tersebut memperhatikan kemampuan lokal karena
Indonesia merupakan negara dengan Sumber Daya Genetik yang sangat kaya untuk dapat
dikembangkan, dan kebijakan Paten tidak boleh menghambat inovasi yang ada; dan
c. kebijakan yang terkait dengan tujuan untuk memberikan kemudahan berinvestasi, yang salah satunya menyatakan bahwa mengimpor juga merupakan bentuk pelaksanaan Paten di Indonesia.
Bersambung..............


Posting Komentar
0Komentar