USU Darurat Integritas: Mendesak Penunjukan Pejabat Pelaksana Rektor oleh Menteri

Media Barak Time.com
By -
0

 


Forum Penyelamat USU (FP-USU) ~ Universitas Sumatera Utara (USU) kini berada di persimpangan krisis moral dan tata kelola. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), USU semestinya menjadi teladan dalam menjaga marwah akademik dan demokrasi kampus. Namun, proses pemilihan rektor periode 2026–2031 justru menelurkan polemik berkepanjangan yang menodai nilai-nilai integritas, transparansi, dan akuntabilitas publik.


Forum Penyelamat USU (FP-USU), yang terdiri dari para alumni lintas generasi, menilai bahwa kepemimpinan USU telah memasuki fase stagnasi hukum dan moral. Ketika etika akademik dicampuradukkan dengan politik kekuasaan, universitas kehilangan orientasi ilmiahnya. Dalam konteks inilah, kami mendesak Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk segera mengangkat pejabat pelaksana rektor (Plt. Rektor) yang independen dan berintegritas.


Pemilihan Rektor USU yang semestinya menjadi arena adu gagasan kini berubah menjadi panggung kompromi politik. Insiden terciduknya salah satu calon rektor, Prof. Mohammad Basyuni, saat memfoto surat suara setelah mencoblos, bukan hanya pelanggaran teknis, melainkan penghinaan terhadap demokrasi dengan prinsip Luber-Jurdil sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 13 huruf b PP No. 16 Tahun 2014 tentang Statuta USU.


Tindakan tersebut adalah bentuk nyata degradasi demokrasi akademik. Demokrasi yang seharusnya menjadi wadah kebebasan berpikir justru tersubordinasi oleh hasrat kekuasaan. Pilrek USU tidak lagi mencerminkan meritokrasi, tetapi menjelma arena transaksional yang berpotensi mengubur nilai intelektualitas dan moralitas akademik.


Lebih jauh, FP-USU menemukan indikasi sangat kuat adanya intervensi Rektor aktif, Prof. Dr. Muryanto Amin, M.Si., terhadap Majelis Wali Amanat (MWA) dan Senat Akademik. Jika benar, tindakan ini merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan sebagaimana dilarang dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.


Nama Rektor USU juga disebut dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus kejahatan korupsi proyek jalan di Tapanuli Bagian Selatan. Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, bahkan menyatakan bahwa keterangan Rektor USU diperlukan untuk mendalami jaringan korupsi yang melibatkan Topan Ginting, Kadis PUPR Pemprovsu (Tempo.co, 26 Agustus 2025). Fakta ini mengguncang kredibilitas moral seorang akademisi.


Lebih ironis lagi, Rektor USU dilaporkan mangkir dari panggilan penyidik KPK. Padahal, sebagai saksi, ia terikat kewajiban hukum berdasarkan Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 224 KUHAP. Ketidakhadiran ini menambah daftar panjang pelanggaran etik yang membuat publik semakin meragukan komitmen hukum seorang pimpinan perguruan tinggi.


Krisis ini kian pelik ketika muncul dugaan keterlibatan Rektor USU dalam realokasi anggaran Pemprov Sumut yang dikaitkan dengan skandal politik anggaran (Tempo.co, 26 September 2025). Jika benar, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai onrechtmatige overheidsdaad — perbuatan melawan hukum oleh pejabat negara — yang mencederai asas pemerintahan yang bersih sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999, tegas Taufik Ketua FP-USU.


Rentetan peristiwa ini memperlihatkan bahwa USU kini berada di titik nadir demokrasi akademik. Pilrek kehilangan legitimasi moralnya, sementara figur puncak universitas terseret dalam bayang-bayang dugaan pelanggaran hukum dan konflik kepentingan. Situasi ini menandakan bahwa demokrasi kampus telah tercederai secara sistemik.


Sebagai lembaga ilmiah, universitas seharusnya menjunjung tinggi nilai kebenaran, rasionalitas, dan tanggung jawab publik. Namun ketika etika akademik dikompromikan demi kepentingan politik sesaat, maka kepercayaan publik terhadap perguruan tinggi pun ambruk. USU terancam kehilangan jati dirinya sebagai pusat pencerahan ilmu pengetahuan.


FP-USU menegaskan, demokrasi kampus bukan semata ritual pemilihan, melainkan instrumen pembentukan kepemimpinan yang legitimate, beretika, dan berorientasi pada kemajuan ilmu. Oleh karena itu, tahapan Pilrek yang cacat etik dan hukum harus dihentikan sementara, hingga terjamin prinsip-prinsip transparansi dan independensi sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.


Selain itu, FP-USU menolak keras praktik rangkap jabatan di Majelis Wali Amanat (MWA). UU No. 28 Tahun 1999 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 128/PUU-XXIII/2025 secara tegas melarang pejabat publik merangkap jabatan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Prinsip clean government harus ditegakkan di dalam tubuh universitas.


Demi menjaga marwah akademik dan mencegah stagnasi tata kelola, FP-USU menuntut Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi mengambil langkah konstitusional sesuai Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor. Dalam situasi darurat seperti ini, Menteri berwenang menunjuk Plt. Rektor untuk menjamin kelangsungan san kepercayaan publik terhadap universitas.


Langkah tersebut bukan sekadar tindakan administratif, melainkan intervensi penyelamatan institusional. Tanpa kehadiran kepemimpinan sementara yang bersih dan netral, USU akan terus tersandera dalam konflik kepentingan yang menggerogoti kredibilitas akademik.


FP-USU mengusulkan agar Menteri menunjuk Plt. Rektor yang independen, bebas dari afiliasi politik, serta memiliki rekam jejak akademik, moral dan etika publik yang kuat. Selain itu, perlu dibentuk Tim Pemantau Independen yang terdiri atas akademisi senior, tokoh pendidikan, dan unsur masyarakat sipil untuk memastikan Pilrek ulang berlangsung adil dan transparan.


Kami juga mendesak agar calon rektor maupun calon terpilih yang terbukti melakukan kecurangan atau pelanggaran integritas didiskualifikasi. Proses demokrasi akademik tidak boleh dibiarkan menjadi sarana kooptasi kekuasaan atau pengkhianatan terhadap nilai-nilai intelekutal.


Hanya dengan langkah tegas dan berlandaskan hukum, pemerintah dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap universitas. Penunjukan Plt. Rektor yang bersih dan kredibel adalah momentum rekonstruksi moral USU. Sebab, demokrasi kampus yang sehat hanya dapat tumbuh dari kepemimpinan yang legitimate, beretika, dan berpihak pada ilmu pengetahuan, ujar Taufik.


Demikian.


Siaran Pers 

Surat Terbuka FP USU 

Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap,SH. Ketua 



Nb :

Surat Terbuka 

Forum Penyelamat USU 

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)