"Izin Mati, Lahan Dirampas: Rakyat Aceh Singkil Bangkit Melawan Konglomerat Sawit"

Media Barak Time.com
By -
0



Baraktime.com|Aceh Singkil
 

Masyarakat Kecamatan Danau Paris, Aceh Singkil, kembali menyoroti dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Singkil atas lahan seluas 2.576 hektare. Mereka menilai proses penerbitan HGU kepada PT. Delima Makmur pada 2021 penuh kejanggalan dan diduga melanggar hak-hak masyarakat adat serta desa setempat.


Penerbitan HGU berdasarkan SK Nomor 92/MEN/ATR/BPN/2021, yang ditandatangani oleh pejabat bernama Muhamad Reza, disebut-sebut dilakukan secara tergesa-gesa dan tidak transparan. Dalam waktu hanya satu bulan setelah sertifikat diterbitkan, PT. Delima Makmur langsung memperoleh hak atas lahan tersebut.




“Ini aneh. Lahannya sudah lama dikuasai dan dioperasikan, tapi izin HGU-nya baru keluar 2021. Bukankah ini pelanggaran serius?” ujar seorang warga Danau Paris yang enggan disebut namanya.


Pernyataan anggota DPR RI, Nusron Wahid, yang menyebut belum adanya tanda tangan resmi untuk perpanjangan HGU dari otoritas pusat, semakin memperkuat dugaan adanya permainan dalam penerbitan izin tersebut.


Warga juga menegaskan bahwa sebagian besar tanah yang tercakup dalam HGU merupakan wilayah adat Desa Biskang dan Sintuban Makmur, yang selama ini diakui sebagai milik kelompok masyarakat lokal.


Kasus PT. Nafasindo: Izin Mati, Plasma Tak Jelas, Limbah Tak Tertangani



Dalam waktu bersamaan, warga juga menyoroti keberadaan PT. Nafasindo yang dinilai bermasalah dari berbagai aspek:


1.Belum Merealisasikan Kebun Plasma 20% bagi masyarakat sekitar, sebagaimana diatur dalam kewajiban perusahaan perkebunan.

2.Izin HGU di atas 3.007 hektare telah mati sejak 11 Mei 2023, namun perusahaan tetap beroperasi hingga kini.

3.Penyerobotan lahan eks HPL Transmigrasi di Desa Sri Kayu dan Desa Pea Jambu, Kecamatan Singkohor, seluas 120 hektare.

4.Pencemaran lingkungan akibat limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT. Nafasindo yang pecah dan belum diselesaikan secara hukum.


> “Jangan hanya bawa janji plasma, tapi tak pernah ditepati. Itu kewajiban, bukan sedekah!” tegas seorang tokoh masyarakat.


Masyarakat menyebut kehadiran perusahaan tidak membawa dampak ekonomi berarti, malah justru menimbulkan konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan perampasan hak.


Sokfindo Disorot: Izin Berakhir, Aktivitas Jalan Terus Perusahaan lain yang turut disorot adalah PT. Socfindo, yang disebut masih beroperasi meski izin HGU-nya telah habis sejak 5 September 2023.


> “Sudah 1,8 bulan izin mati tapi masih produksi. Ini jelas melanggar UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Operasi tanpa izin adalah bentuk pelanggaran hukum!” kata seorang aktivis lokal.


Dugaan muncul bahwa terdapat praktik korporasi ilegal yang didukung oknum pejabat pemerintah. Masyarakat menilai ini sebagai bentuk pengabaian hukum agraria dan aturan pertanahan nasional.


Tuntutan Masyarakat: Hentikan Perpanjangan HGU, Audit Menyeluruh

Warga Danau Paris dan sekitarnya kini dengan tegas menolak segala bentuk perpanjangan HGU tanpa transparansi dan keterlibatan masyarakat. Mereka mendesak:


Pengembalian tanah adat dan desa yang dirampas Pengukuran ulang lahan oleh pihak independen Pemeriksaan hukum terhadap pejabat dan perusahaan yang terlibat Audit menyeluruh terhadap seluruh HGU di Aceh Singkil


“Kalau negara tak merasa dirugikan, kami masyarakat sangat dirampas. Kami tidak tinggal diam!” tegas seorang perwakilan masyarakat.


Desakan Kepada Presiden dan Menteri ATR/BPN


Masyarakat menuntut perhatian langsung dari: Presiden Republik Indonesia, Menteri ATR/BPN, Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Singkil. 


Mereka berharap dilakukan audit dan evaluasi terbuka terhadap semua izin HGU, dan menghentikan praktik yang dinilai merugikan rakyat kecil.


 “Ini bukan soal lahan semata. Ini soal keadilan, harga diri, dan hak hidup masyarakat adat yang terus-menerus dikorbankan oleh kepentingan korporasi.”


Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak BPN Aceh Singkil, PT. Delima Makmur, PT. Nafasindo, PT. Socfindo, maupun Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. (MP) 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)