JEJAK NISAN MAKAM BERGAYA ACEH DARUSSALAM DI WILAYAH LABUHANBATU RAYA [ MAKAM PUTRI DARAH PUTIH DAN SEBUAH MAKAM TANPA IDENTITAS]

Media Barak Time.com
By -
0


 Oleh : Iqra Harahap (Bidang Sejarah KJSWIB)

 

Pada tanggal 1 September 2021, saya berkesempatan untuk mengunjungi dua buah makam yang bergaya khas Kesultanan Aceh Darussalam di Kelurahan Negeri Lama, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhanbatu. Dengan berbekal informasi yang cukup dari Alm. Abangda Ferry Badriansyah dalam pertemuan kami tahun yang lalu, saya memacu sepedamotor dari Kota Pinang menuju Negeri Lama demi menggali informasi seputar makam-makam tersebut. Didukung oleh cuaca yang cukup bersahabat, saya sampai di Negeri Lama setelah 80 menit perjalanan.

Kedua makam ini persisnya berada di belakang RSUD Persiapan/Puskesmas Negeri Lama. Makam yang nisannya berbentuk pipih berada di luar tembok Puskesmas di samping kanan Instalasi Gawat Darurat (IGD), sedangkan makam yang nisannya berbentuk lonjong berada di dalam kompleks Puskesmas, tepatnya di depan Ruangan Laboratorium. Kedua makam ini terpaut jarak sekitar 30 meter.

Makam yang nisannya berbentuk pipih memiliki pagar besi yang dicat berwarna kuning,   disusun dua lapis. Badan makam telah dibangun fondasi menggunakan keramik berwarna biru. Kedua batu nisan diikat dengan kain putih yang kemudian dilapisi lagi dengan kain kuning. Posisi nisan tampaknya sudah banyak berubah. Hal ini ditandai dengan salah satu nisan yang tidak tertanam sempurna, sedangkan nisan yang satunya ditanamkan terlalu dalam. Nisan yang tidak tertanam sempurna bagian kepalanya sudah patah, sedangkan nisan yang tertanam terlalu dalam bagian kepala masih utuh, hanya saja salah satu tangan nisan telah patah. Kedua batu nisan ini hanya memuat ornamen dan tidak memuat inskripsi sedikitpun (baik khat/tulisan arab maupun aksara latin) sehingga sangat sulit bagi saya untuk mengidentifikasi pemilik makam tersebut.

Kemudian dalam satu kesempatan tadi, saya bertemu dengan masyarakat sekitar bernama Nita Pohan. Wanita yang sudah sepuh ini cukup banyak bercerita mengenai makam yang satu ini. Wak Nita menuturkan ayah beliau pernah menceritakan bahwa makam tersebut merupakan makam Putri Darah Putih, salah seorang dari Istri Sultan Bilah. Dikisahkan bahwa Putri Darah Putih ini memiliki julukan tersebut karena suatu ketika beliau menjahit pakaian, salah satu jari beliau tak sengaja tertusuk jarum. Jari yang tertusuk jarum tersebut kemudian mengeluarkan darah yang berwarna putih, sehingga sejak masyarakat melihat fenomena tersebut maka digelarilah beliau dengan nama Putri Darah Putih.

Makam yang nisannya berbentuk lonjong memiliki pagar besi yang dicat berwarna kuning, yang hanya terdiri satu lapis. Makam ini sedikit lebih mudah di akses karena ‘space’ kosong di sekitarnya yang lebih luas. Hanya terdapat satu batu nisan yang dilapisi kain kuning. Kedua nisan ini memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dibanding bentuk nisan sejenis yang banyak beredar. Kedua bagian pucuk nisan juga sudah sedikit patah. Sebagaimana nisan makam Putri Darah Putih, batu nisan ini tak memuat inskripsi sedikitpun. Wak Nita juga tidak mengetahui siapa gerangan yang bersemayam pada makam tersebut, sehingga makam tersebut benar-benar tak teridentifikasi sama sekali.


Dok. Makam Putri Darah Putih

Hal yang cukup menarik yang saya temukan, bahwa kedua makam tersebut tidak berposisi menghadap kiblat. Ini saya sadari setelah sholat di Masjid Raya Sultan Adil Bidar Alamsyah kemudian saya membuka peta di ponsel saya dan melihat bahwa kedua makam menghadap ke barat daya/timur laut. Sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya, bahwa ada indikasi posisi nisan makam telah banyak berubah. Baik karena faktor banjir besar maupun hal-hal lainnya.

Dari penuturan Wak Nita, beliau mengatakan bahwa kedua makam tersebut terletak persis di belakang salah satu Istana Kesultanan Bilah, yang kini lahannya telah dipakai sebagai Puskesmas, perluasan Pasar Baru Negeri Lama, dan rumah masyarakat. Wak Nita biasa menyebut istana ini dengan nama Istana Balai (bentuknya seperti balai). Pada waktu kecil, beliau masih sempat bermain di Istana tersebut. Banyak kenangan yang beliau tuturkan yang mungkin suatu saat akan saya tuliskan dalam tulisan yang lain. InsyaAllah.

 

[SARAN PENULIS]

Wacana menjadikan Puskesmas ini sebagai RSUD tampaknya akan cukup ‘menggerus’ keberadaan kedua makam ini. Bila memungkinkan, hendaknya pemerintah merelokasi kedua makam tersebut ke tempat yang lebih layak sehingga keberadaan kedua benda cagar budaya ini akan tetap lestari. Masyarakat sekitar juga diharapkan untuk berperan aktif dalam menjaga kebersihan kedua makam ini karena saya melihat kedua makam ini terletak di posisi yang cukup memprihatinkan (makam Putri Darah Putih berada di dekat kandang ayam dan pembuangan limbah domestik masyarakat, sedangkan makam yang satu lagi berada di lokasi yang cukup rawan tergenang air). Saya sangat berharap untuk Pemerintah, dan terutama untuk masyarakat sekitar untuk peduli terhadap keberlangsungan dan kebersihan makam ini.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)