Baraktime.com|Aceh Singkil
Polda Aceh melakukan penyitaan besar-besaran terhadap ribuan hektar lahan vegetatif milik PT Delima Makmur. Penyitaan ini mencakup areal di Kecamatan Danau Paris dan Kecamatan Singkil Utara, berdasarkan penetapan resmi dari Pengadilan Negeri Aceh Singkil.
Langkah hukum tegas ini membuat warga semakin yakin bahwa perjuangan mereka untuk mendapatkan kembali hak akses dan keadilan atas tanah mulai menemukan titik terang.
Penyitaan 2.576 Hektar Lahan Tanpa HGU Polda Aceh menyita 2.576 hektar lahan yang diduga telah digarap tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU). Lahan-lahan yang menjadi barang bukti tersebut diantaranya berada di Desa Telaga Bakti, Kecamatan Singkil Utara Desa Biskang Situbondo Desa Situban Makmur, Kecamatan Danau Paris
Penyitaan dilakukan berdasarkan penetapan PN Singkil tanggal 27 November 2018, yang memberikan izin resmi kepada penyidik kriminal umum Polda Aceh untuk mengambil tindakan hukum terhadap lahan tersebut.
Bagi masyarakat, langkah ini menjawab keraguan lama tentang legalitas aktivitas perkebunan di wilayah mereka.
“Ini Bukti Negara Hadir!”
Warga Semakin Lantang Dengan adanya penetapan resmi pengadilan dan penyitaan oleh Polda, suara masyarakat semakin keras menuntut penyelesaian menyeluruh.
“Kami sudah lama yakin ada yang tidak beres. Begitu surat dan penetapan ini keluar, kami merasa negara memang benar-benar hadir,” ujar seorang tokoh masyarakat Singkil.
Masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap lahan kini berharap agar kawasan tersebut bisa dikembalikan kepada negara atau masyarakat sesuai aturan hukum.
Polda Aceh sebelumnya telah menetapkan sejumlah direktur dan pejabat PT Delima Makmur sebagai tersangka. Langkah ini dipandang sebagai bukti bahwa proses hukum berjalan, meski masyarakat terus meminta agar penyidikan berjalan transparan tanpa intervensi.
Tak Hanya 2.576 Ha, Diduga Ada 5 Ha Hutan Produksi yang Dirusak
Koordinator Aliansi Saini Bergerak, Syafarudin Tanjung, menyampaikan bahwa selain dugaan penyerobotan 2.576 hektar lahan tanpa HGU, perusahaan tersebut juga diduga melakukan pengrusakan hutan produksi seluas 5 hektar
Syafarudin menjelaskan bahwa kasus 2.576 hektar telah disampaikan kepada Kapolda Aceh, sementara dugaan pengrusakan 5 hektar hutan sedang diproses berdasarkan UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Hampir beriringan kasusnya, hanya beda lokasi. Yang 2.576 hektar sudah kita dorong ke Kapolda. Yang 5 hektar, kita geser melalui jalur undang-undang perusakan hutan. Polres dan Polda kami lihat bergerak bersama menyelesaikan ini,” ujar Syafarudin.
Masyarakat Ingin Transparansi dan Pemulihan Kini warga berharap bahwa penyitaan ini tidak berhenti sebagai tindakan awal, tetapi dilanjutkan dengan pemulihan lahan, penegakan hukum yang tegas, dan perlindungan lingkungan yang selama ini terdampak.
Banyak warga merasa bahwa lahan yang telah dirampas tanpa legalitas jelas selama bertahun-tahun harus kembali dikelola sesuai peruntukannya demi kehidupan mereka.
“Tanah ini bukan hanya soal kepemilikan. Ini soal hidup, soal masa depan anak-anak kami,” ujar seorang warga Danau Paris.
Harapan Baru bagi Singkil
Kasus ini telah mengangkat kembali isu besar mengenai tata kelola lahan, hak masyarakat lokal, dan keterlibatan perusahaan besar dalam pengelolaan sumber daya alam di Aceh.
Dengan penyitaan ribuan hektar oleh Polda Aceh dan penguatan penyidikan melalui penetapan PN Singkil, masyarakat kini berharap agar proses hukum benar-benar mengarah pada keadilan yang selama ini mereka nantikan. (MP)



Posting Komentar
0Komentar