PELINDUNGAN PATEN DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PENCAPAIAN VISI INDONESIA EMAS 2045 (Selesai)

Media Barak Time.com
By -
0




Oleh: OK.Saidin

Guru  Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara


Selain para pelaku bisnis, terutama usaha kecil dan startup, belum memahami pentingnya paten dalam melindungi inovasi mereka. Oleh karena itu sosialisasi tentang pentingnya keberadaan paten dan peranannya bagi percepatan untuk mewujudkan visi Indonesai Emas 2045 perlu segera dilakukan. Perguruan Tinggi, Kementerian Hukum, Ditjern KI, Kemeterian Parekraf  dan berbagai Asosiasi terutamam Asosiasi pengajar Hak Kekayaan Intelektual Indonesia harus mengambil porsi untuk mensosialisasikan tentang arti penting pelindungan Paten.  Para inventor mungkin tidak menyadari bahwa teknologi yang mereka kembangkan dapat dinberi paten dan hak itu adalah merupakan aset yang dilindungi oleh negara. 

Selain itu dalam perubahan ketiga undang-undang paten ini proses permohonan paten di Indonesia yang selama ini masih  dianggap memakan waktu yang lama dan  sangat birokratis, sudah tampak disederhakan. Hal ini sudah barang tentu dapat para inventor, terutama mereka yang memiliki sumber daya terbatas untuk segara memanfaatkan peluang ini. Meskipun tidak terlalu mudah juga. Peranan konsultan KI masih terus diharapkan untuk mendorong percepatan proses poendaftaran paten, terutama paten sederhana yang dihasilkan oleh kalangan inventor yang memiliki keterbatasan dana dan akses.

Selain itu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pendaftaran dan penegakan paten,  yang selama ini masih menghadapi kendala kekurangan sumber daya manusia dan teknologi, ini juga menjadi perhatian pemerintah. Disamping penmabhan jumlah personil, pemingkatan kuliatas para pemeriksa paten juga harus dilakukan. Kegiatan-kegiatan seperti pelatihan, short courses dan sejenisnya perlu dilakukan. Pengiriman tenaga pemeriksa ke Kantor Paten di negara-negara  antara lain di  Eropa, Jepang, China dan Korea adalah salah satu solusi  untuk peningkatan SDM di Kantor Paten Indonesia.

Di samping itu yang tak kalah pentingnya adalah, terkait penegakan hukum bagi pelanggaran paten yang berlangsung di Indonesia. Lemahnya sistem penegakan hukum paten akan membawa pengaruh bagi dunia industri dan pelaku usaha. Investasi akan sulit masuk jika tidak ada kepastian hukum terhadap pelindungan paten. Krerativitas para peneliti, para calon inventor juga menjadi terhambat. Negara juga harus hadir dalam mendorong para pelaku inventor yang menghasilkan paten dengan memberikan  insentif. Jika invensi itu patut untuk segera diterapkan dalam dunia industri, pihak Lembaga pembiayaan bank maupun nonbank harus memberi kemudahan agar invensi itu segara dapat dilaksanakan. Dukungan keuangan tampaknya harus menjadi perhatian khusus pemerintah.

Selain itu jika ada sengketa kepemilikan paten, mekanisme penyelesaian sengketa di luar sidang openmgadilan juga harus lebih diprioritaskan. Semua ini tentu menjadi tantangan pemerintah dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

 

PENUTUP

Uraian di atas telah menggambarkan berbagai tantangan dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 dari perseptif pelindungan Hukum Paten. Betapapun juga paten dapat dijadikan sebagai instrumen untuk upaya percepatan pencapaian visi dikamsud. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebagai berikut:

1.      Bahwa Indonesia selalu  menjadi incaran bangsa-bangsa lain. Pada masa kolonial bangsa ini dijajah melalui persenjataan, ke depan yang harus diwaspadai adalah penjajahan dalam bentuk ekonomi dan peradaban yang antara lain  dengan menggunakan sistem pelindungan Hak Kekayaan Intelektual yang yang salah satunya adalah Paten.

2.      Bahwa harus diakui pola pikir kapitalis dan  dengan sistem ekonomi liberal yang telah merasuki dunia saat ini termasuk Indonesia,  jika tidak dicermati secara seksama, akan menjadikan bangsa ini sebagai “penjaga” paten asing, tepat mereka “berjualan”  yang menjadikan anak bangsa sebagai konsumen dan selebihnya menjadi penonton dan buruh  di berbagai perusahaan asing dan alih teknologi yang dijanjikan oleh UU Paten Indonesia hanya tinggal di atas kertas.

3.      Bahwa lemahnya pengelolaan manajemen negara dalam sistem kehidupan nasional yang berpangkal pada ego sektoral, lemahnya kapital, lemahnya SDM dan berujung pada lemahnya posisi tawar (bargaining position) di mata dunia Internasional yang  pada gilirannya hilang kemandirian negara dan berujung pada terbentuknya peraturan perundang-undangan HKI yang lebih mengutamakan kepentingan dunia internasional. Pada tataran basic policy Indonesia tak cukup kuat “menangkis” atau menolak untuk masuknya klausule-kalusule yang melindungi kepentingan asing dalam norma peraturan perundang-undangan HKI. Indonesia harus kembali kepada Ideologi Pancasila dengan mengangkat nilaiu0-nilai ke-Indonesia-an yang dapat dijadikan dasar penyusunan norma Hukum Paten seperti yang dilakukan banyak negara, sebut saja India, Malaysia , Korea, dan Cina mereka sangat selektif untuk memasukkan keinginan asing tersebut, bila bertentangan dengan kepentingan nasional negaranya, dalam kasus  penyesuaian peraturan perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual  negaranya dengan TRIPs Agreement.

4.      Bahwa Tak adanya bekal  yang cukup kuat dan tangguh  kalangan anggota legislatif yang bekerja di sektor legislasi nasional, kalangan pemerintah yang selama ini banyak mengajukan usulan Rancangan Undang-undang tak juga dibekali dengan hasil-hasil riset akademik, lebih dari itu rekomendasi kalangan perguruan tinggi tak selalu disikapi dengan arif oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan Undang-undang - sekalipun disebut sebagai naskah akademis tapi muatannya lebih pada kepentingan politik praktis yang sangat pragmatis - nasional dan tidak terpola secara sistemik. Pekerjaan legislasi dilakukan secara tambal sulam, bongkar dan rombak seperti modifikasi yang dikenal dalam dunia otomotif.  Meski dapat berjalan, tapi selalu terseok-seok ketika menghadapi tikungan tajam, berbukit  terjal dan berliku. Ketika terjadi “mogok” bongkar dan direvisi kembali.

5.      Bahwa pada tataran enactment policy terkait penegakan hukum bagi pelanggaran paten yang berlangsung di Indonesia diperlukan perbaikan pada sistem penegakan hukum paten  yang akan membawa pengaruh bagi dunia industri dan pelaku usaha. Investasi akan sulit masuk jika tidak ada kepastian hukum terhadap pelindungan paten. Krerativitas para penleiti, para calon inventor juga menjadi terhambat. Negara juga harus hadir dalam mendorong para pelaku inventor yang menghasilkan paten dengan memberikan  insentif. Jika invensi itu patut untuk segera diterapkan dalam dunia industri, pihak Lembaga pembiayaan bank maupun non bank harus memberi kemudahan agar invensi itu segara dapat dilaksanakan.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)