FP-USU: Proses Pemilihan Rektor USU Di Imapas Telah Diduga Pelanggaran Hukum , Manipulasi Dan Wajib Dihentikan.

Media Barak Time.com
By -
0


Baraktime.com|Medan

Forum Penyelamat Universitas Sumatera Utara (FP-USU) kembali menyoroti secara cermat rangkaian kejanggalan dalam proses pemilihan Rektor USU yang dinilai semakin menjauhi prinsip tata kelola perguruan tinggi yang baik. Temuan lapangan menunjukkan adanya praktik tertutup dan pengaburan tahapan yang tidak lazim dalam lembaga publik.

Demikian diungkapkan Ketua FP-USU Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap, SH pada media, Selasa (18/11)  di medan.


Menurutnya, Salah satu anomali yang paling menyita perhatian publik ialah penyelenggaraan rapat Majelis Wali Amanat (MWA) di Gedung Kementerian Imigrasi. Lokasi ini dinilai tidak memiliki hubungan administratif maupun fungsional dengan mekanisme pemilihan rektor.


FP-USU menilai penggunaan gedung tersebut mengindikasikan upaya memindahkan proses ke ruang yang steril dari kontrol publik, terutama dari komunitas akademik yang memiliki kepentingan langsung terhadap proses kepemimpinan kampus.


Sumber internal FP-USU mengungkap bahwa perpindahan lokasi rapat MWA ke Gedung Imigrasi tidak pernah tercantum dalam pemberitahuan resmi dan tidak melalui mekanisme persetujuan forum, sehingga memunculkan dugaan kuat bahwa langkah tersebut sengaja dilakukan untuk menghindari pengawasan komunitas akademik. Dugaan intervensi semakin mengeras setelah muncul surat dari Menteri Pendidikan Tinggi,Sain dan Teknologi  (Kemendiktisaintek) Prof. Brian Yuliarto —yang menurut keterangan anggota MWA, Tamrin—secara tegas menyatakan bahwa selama ia menjabat, pemilihan rektor tidak pernah dilakukan di kantor kementerian demi menjaga netralitas; namun surat itu justru tidak diperkenankan dilihat oleh Tamrin karena dicegah oleh Rektor USU, Muryanto Amin, sebelum rapat pleno digelar. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, Taufik—salah satu pihak yang diperiksa Inspektorat Kemendikstes atas laporan FP-USU—mengaku tidak pernah menerima hasil penyelidikan apa pun, tetapi tiba-tiba MWA mengumumkan percepatan pemilihan rektor pada 18 November 2025. FP-USU menilai percepatan ini sarat motif, terutama setelah pernyataan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, yang menyinggung kesaksian Rektor Muryanto Amin dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara pada 19 November 2025 di PN Medan—sebuah rangkaian yang dinilai FP-USU sebagai indikasi kuat terjadinya manuver politik dan penyimpangan prosedural dalam proses pemilihan rektor (sumber tempo.co; 15 Nov. 2025)


Selain kejanggalan lokasi, FP-USU mencatat adanya ketidaksinkronan antara jadwal rapat dan dokumen administratif yang beredar. Beberapa anggota MWA mengaku baru menerima pemberitahuan setelah rapat digelar, sehingga hak deliberasi mereka tercederai.


Adapun fakta tersebut, menurut FP-USU, menempatkan MWA USU dalam sorotan tajam karena bertentangan dengan asas due process of law dalam tata kelola pendidikan tinggi sebagaimana digariskan Permendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri Menjadi PTN Badan Hukum, serta Pasal 25 Statuta USU (PP 16/2014) yang dengan tegas mensyaratkan proses pemilihan rektor berlangsung secara demokratis, partisipatif, dan akuntabel; sehingga setiap penyimpangan prosedur—mulai dari pengabaian instruksi regulator hingga pemaksaan tahapan saat investigasi belum selesai—secara yuridis dapat dikualifikasi sebagai cacat administrasi yang berdampak pada keabsahan keputusan akhir, sejalan dengan yurisprudensi peradilan tata usaha negara yang kerap menegaskan bahwa tindakan yang melanggar prinsip kehati-hatian dan asas tata kelola yang baik merupakan alasan sah untuk pembatalan keputusan pejabat publik, terang Taufik.


Dari perspektif hukum, penggunaan fasilitas Kementerian Imigrasi untuk kegiatan yang sama sekali tidak terkait dengan tugas dan fungsi keimigrasian merupakan tindakan yang menabrak asas proper purpose, prinsip etika jabatan, serta berpotensi masuk kategori penyalahgunaan fasilitas negara sebagaimana diatur dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan; terlebih ketika diketahui kantor MWA USU di Jalan Universitas, Kompleks USU, sepenuhnya memadai dan secara yuridis menjadi locus resmi pelaksanaan kewenangan MWA menurut Statuta USU dan Permendikbud tentang Organisasi dan Tata Kerja PTN BH. Dalam berbagai putusan PTUN, termasuk sejumlah yurisprudensi mengenai penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir), tindakan pemindahan lokasi yang tidak memiliki dasar administratif dan tidak memenuhi asas necessity dinilai sebagai cacat prosedur yang dapat membatalkan keputusan akhir. Karena itu, menurut Taufik, kondisi ini justru menempatkan Kemendiktisaintek pada kewajiban hukum untuk menghentikan atau membubarkan kegiatan tersebut demi memastikan kepatuhan terhadap asas legalitas dan mencegah lahirnya keputusan yang sejak awal cacat secara formil maupun materil.


FP-USU memandang bahwa tindakan tersebut dapat masuk dalam kategori perbuatan yang patut diduga “melawan hukum secara formil”, mengingat proses pengambilan keputusan publik dilakukan di luar koridor administratif yang sah.


Lebih jauh, FP-USU menyoroti adanya indikasi intervensi politik dalam proses pemilihan rektor. Temuan awal menunjukkan bahwa beberapa pihak eksternal diduga memiliki keterlibatan dalam mempengaruhi preferensi anggota MWA. bahkan ironisnya adanya anggota MWA ini rangkap jabatan tertuang dalam  putusan MK Nomor 128/PUU-XXIII/2025 (Larangan Rangkap Jabatan Pejabat Negara) dan - Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 (Larangan Polisi Aktif Menduduki Jabatan Sipil) dimana sampai hari ini belum di koreksi oleh Kemendiktisaintek. Perbuatan pembiaran tersebut diatas Kemendiktisaintek patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.


Perbuatan oelanggaran secara Terstruktur, Sistemik dan Masif (TSM) ini diperkuat oleh pernyataan sebagian anggota senat akademik (SA) dan surat somasi dari FP-USU yang telah menilai proses seleksi dan prmilihan calon rektor secara sistematis diarahkan kepada figur tertentu, apalagi dengan terciduknya seorang anggota SA (Prof. Basyuni) memotret dengan sengaja surat suara pada Pilrek kemarin. Situasi tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi dan independensi perguruan tinggi yang dijamin Undang-Undang.


FP-USU menilai bahwa pola-pola seperti ini dapat memperlemah marwah akademik USU, karena pemimpin yang terpilih berpotensi menjadi representasi kepentingan politik, bukan integritas ilmiah.


Temuan investigatif FP-USU juga mencatat tidak adanya dokumentasi resmi rapat dalam bentuk notulensi terbuka rencana pemilih rektor USU di kementerian Imapas sehingga Pilrek USU tersebut yang syarat dugaan manipulasi, tidak demokratis, dan fait accompli terhadap akan dilakukannya pemeriksaan dalam sidang Tipikor terhadap Muryanto Amin selaku saksi fakta pada kejahatan korupsi OTT Topan O Ginting tersebut tertanggal 19 Nop 2025 di  PN Medan 


Padahal, dalam standar pengelolaan organisasi publik, setiap keputusan strategis wajib memiliki rekam administratif agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.


Ketiadaan dokumen tersebut memperkuat kekhawatiran bahwa seluruh proses pemilihan disusun dalam ruang gelap, tanpa mekanisme check and balance yang semestinya menjadi fondasi lembaga pendidikan tinggi.


FP-USU menegaskan bahwa penyimpangan prosedural seperti ini bukan hanya masalah etik, tetapi juga dapat berimplikasi pada batal demi hukum terhadap   hasil pemilihan rektor oleh Majelis Wali Amat (MWA), karena cacat pada proses menghasilkan cacat pada keputusan.


Atas fakta tersebut, FP-USU menyerukan agar Kementerian Pendidikan, Tinggi, Sain dan Teknologi  (Kemendiktisaintek) segera melakukan audit menyeluruh terhadap proses pemilihan rektor yang dilakukan Senat Akademik yang sengaja melanggar prinsip demokrasi (Luber dan Jurdil), Integritas akuntabilitas, dan termasuk memeriksa keabsahan lokasi, prosedur, dan pihak-pihak yang terlibat.


Akhirnya FP-USU, mendesak Kemendiktisaintek  untuk menghentikan dan membubarkan rapat pemilihan MWA di gedung  Kementerian Imapas karena patut diduga perbuatan melawan hukum demi memastikan bahwa USU kembali berada pada rel demokratis, berintegrtas, akuntabilitas, transparansi, dan integritas akademik, ujar Taufik menutup siaran persnya


Demikian.


Siaran Pers, Ketua FP-USU

Adv. M.Taufik Umar Dani Harahap, SH.

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)