Somasi FP-USU: Dugaan Curang Pemilihan Rektor USU

Media Barak Time.com
By -
0

 


Forum Penyelamat USU (FP-USU)~Pemilihan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) periode 2026–2031 kembali diguncang isu serius. Forum Penyelamat USU (FP-USU), sebuah kelompok yang terdiri dari alumni, aktivis pendidikan, dan pemerhati hak dasar pendidikan, melayangkan somasi kepada Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Dewan Guru Besar, dan panitia pemilihan. Somasi itu menyoroti dugaan pelanggaran etika dan integritas setelah beredarnya bukti foto salah seorang anggota senat diduga memotret surat suara dalam bilik pencoblosan.


Tindakan yang tampak sepele itu justru memiliki implikasi besar. Pemotretan surat suara meruntuhkan asas kerahasiaan pilihan, membuka ruang intimidasi, dan menimbulkan kecurigaan transaksi suara. USU boleh berdalih tidak ada aturan tertulis yang melarang tindakan tersebut, namun publik menilai logika ini cacat. Demokrasi tidak hanya diukur dari teks aturan, tetapi dari prinsip Luber dan Jurdil yang harus dijunjung tinggi.


FP-USU menegaskan, pelanggaran ini bukan insiden tunggal. Dalam narasi investigasi media, sudah muncul dugaan adanya rekayasa politik kampus, tekanan terhadap anggota senat, hingga dugaan aliran dana sebelum pemilihan (gosumut.com.,10-9-202). Jika temuan ini diabaikan, USU akan terjebak dalam lingkaran praktik tidak sehat yang merusak sendi akademik dan mencederai legitimasi moralnya.


Statuta USU dengan tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan universitas harus berlandaskan prinsip demokratis, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Demikian pula, UU Nomor 12 Tahun 2012 menegaskan otonomi perguruan tinggi harus dijalankan dalam semangat keterbukaan dan keadilan, bukan manipulasi. Ketika asas ini ditabrak secara terang-terangan, universitas kehilangan marwahnya sebagai benteng moral bangsa.


Kritik FP-USU sesungguhnya mengingatkan kembali bahwa universitas bukan sekadar mesin akademik. Ia adalah ruang moral yang membentuk warga negara jujur dan adil. Bila kampus gagal menunjukkan keteladanan, bagaimana mahasiswa bisa belajar makna demokrasi sejati? Pemotretan surat suara yang diduga dilakukan seorang profesor senior adalah preseden buruk yang tidak bisa ditoleransi.


FP-USU menuntut tindakan tegas. Pertama, pembatalan Pemilihan Rektor yang cacat asas. KLuber dan Jurdil. Kedua, pencopotan anggota senat yang terbukti melanggar kerahasiaan pemilihan. Ketiga, pengguguran calon rektor yang terkait dengan pelanggaran tersebut. Keempat, klarifikasi resmi dari panitia pemilihan rektor kepada publik. Tuntutan ini mencerminkan urgensi menjaga keadilan prosedural, bukan sekadar persaingan politik kampus.


Somasi itu juga memberi batas waktu tujuh hari. Jika tidak ada langkah konkret, FP-USU berencana membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), melaporkannya ke Kementerian Pendidikan dan KPK, serta menggalang advokasi publik bersama mahasiswa, alumni, dan masyarakat sipil. Ancaman ini menunjukkan eskalasi persoalan yang berpotensi meluas keluar kampus.


Dari perspektif hukum tata negara, tindakan memotret surat suara bertentangan dengan asas universal demokrasi: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber-jurdil). Walau Pilrek bukan pemilu nasional, prinsip ini tetap wajib dijalankan demi legitimasi moral. Jika asas kerahasiaan runtuh, maka kebebasan memilih tak lagi bermakna, karena suara dapat dipertanggungjawabkan pada pihak luar yang bisa menekan pemilih.


Krisis integritas ini seharusnya menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan. Masyarakat akademik USU mesti sadar bahwa kerusakan tata kelola kampus tidak hanya berdampak pada reputasi institusi, melainkan juga pada masa depan mahasiswa yang dididik di dalamnya. Jika dibiarkan, publik akan menilai USU tidak berbeda dengan gelanggang politik transaksional yang jauh dari nilai luhur ilmu pengetahuan.


Kini bola panas berada di tangan Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, dan panitia pemilihan. Apakah mereka berani mengambil langkah korektif atau justru memilih diam demi kepentingan jangka pendek? Somasi FP-USU hanyalah pintu awal. Yang dipertaruhkan bukan sekadar kursi rektor, tetapi integritas demokrasi kampus, marwah akademik, dan kepercayaan publik terhadap Universitas Sumatera Utara, ujar Taufik.


Demikian 


Siaran Pers, Forum Penyelamat USU, ADV. M.Taufik Umar Dani Harahap,SH, Ketua FP-USU.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)